Sunday, January 16, 2011

Taufik: Anak Priok yang Jadi Profesor Muda di AS




Ada pepatah yang mengatakan bahwa batu pun akan berlubang jika ditetesi air terus menerus. Pepatah yang bisa dimaknai bahwa apa pun dapat diraih jika dilakukan dengan giat dan kerja keras. Tak terkecuali bagi Taufik, Profesor yang menjadi pengajar di Cal Poly State University, California, Amerika Serikat.

Profesor muda kelahiran Jakarta, 13 September 1969 yang lebih senang dipanggil ‘Mas’ daripada ‘Prof’ ini, bercerita bagaimana kerja keras dan disiplin membuatnya meraih jenjang seperti sekarang. Sekedar catatan, Taufik tak pernah mau disebut orang sukses. Sampai detik ini dia masih merasa perlu belajar banyak hal kepada banyak orang, itu alasannya.

Besar dan lahir di daerah yang dulu dikenal sebagai daerah ‘bronx’-nya Jakarta, Tanjung Priok, semenjak SD hingga SMA Taufik justru selalu menjadi bintang kelas. Meski sejak SD menyukai pelajaran ilmu eksakta, dia sebetulnya punya cita-cita jadi tentara, “Dulu saya bercita-cita jadi tentara, Maklum, saya sekolah di SD yang dikelola oleh dan berlokasi di asrama Arhanud (Artileri Pertahananan Udara-red), jadi teman saya hampir semua anaknya tentara, dan setiap hari saya melihat tentara,” ujarnya.

Ketika menginjak bangku SMA, dia memutuskan pilihan mengambil jurusan A1 (Fisika). Dari situlah dirinya mulai berpikir untuk menjadi insinyur. Terbukti ‘jalur’ yang dipilihnya tepat karena bertahun-tahun kemudian, anak Priok itu sekarang sudah berlabuh di Amerika Serikat dengan segenap titel pendidikan yang membanggakan.

Selalu Mendapat Beasiswa

Seperti telah disebutkan, orang yang mau bekerja keras pasti akan diberikan banyak jalan. Demikian pula yang dialami Taufik. Lulus dari SMA Negeri 13 Jakarta dengan predikat terbaik satu angkatan, dia kemudian mendapat beasiswa melanjutkan kuliah di Northern Arizona University tahun 1989. “Waktu itu saya mendapat kesempatan beasiswa dari Pemerintah, Alhamdulillah inilah kesempatan pertama saya belajar di luar negeri.” kata Taufik. Tahun 1993 gelar Bachelor in Science pun dia rengkuh dengan predikat Cum Laude.

“Jika sudah lulus sarjana di Amerika, sayang sekali jika tak melanjutkan ke jenjang S2 dan S3, maka saya akhirnya memutuskan untuk meneruskan kuliah lagi.” imbuhnya.

Pria yang mengagumi petinju Muhammad Ali ini kemudian menambahkan, “Dan kalau belajar S2 atau S3 di Amerika pakai biaya atau bayar, rugi sekali, terutama untuk orang-orang perantauan seperti kita. Sebaiknya cari beasiswa, banyak disediakan kok.” ungkapnya.

Untuk meraih gelar Master, Taufik kemudian diterima di University Illinois of Chichago. Menurut Taufik, ada sedikit beda pemahaman beasiswa di Amerika dan di Indonesia terutama dalam implementasi. “Kalau di Indonesia mungkin tahunya kuliah gratis atau dibayari, kalau di sini, kebanyakan ada imbal baliknya. Jadi kita dibayari oleh universitas tersebut tapi kita juga bekerja disana, misalnya sebagai tenaga laboratorium, dan tentu saja digaji, meski tak besar.”kata Taufik yang mengaku sempat bekerja sebagai tenaga IT di universitas yang memberinya beasiswa.

Tahun 1995 Taufik menggenapi gelarnya menjadi Master of Science dari University Illinois Of Chicago. Selama menempuh pendidikan di Amerika, Taufik mengaku tak lupa bergaul dan bersosialisasi, “Kenal sama orang banyak justru sangat menunjang kesempatan dan karier kita ke depan.” ujar Taufik sembari tersenyum. Maka tak heran kalau dia mendapat bermacam penghargaan dari civitasnya, diantaranya Most Friendly Professor tahun 2008-2009, Professor With Best Class Projects dan Most Humorous Professor pada tahun 2007-2008.

Usai meraih gelar Master, Taufik lalu mengambil program Doktor dengan konsentrasi programElectrical Engineering. Kali ini Taufik mendapat beasiswa dari Cleveland State University. Selama mengambil gelar Doktor, Taufik juga sudah mulai bekerja sebagai konsultan teknik di beberapa perusahaan. Bahkan dia sempat bekerja selama satu tahun sebagai Engineer di Allen-Bradley, sebuah perusahaan besar yang bergerak dibidang automation industry dengan jumlah karyawan mencapai kurang lebih 10.000 orang.

Sementara program Doktor Electrical Engineering itu diselesaikan tahun 1999. Selepas meraih gelar Doktor, Taufik mulai bekerja di beberapa perusahaan. Semuanya bergerak di bidangengineering. Seperti di Rantec Power, San Diego Gas & Electric, dan di APD Semiconductor. Dia juga sering mendapatkan program hibah dalam beberapa penelitian.

Sekarang, dengan gelar Professornya pria yang kini hidup bahagia bersama istri dan dua anaknya, menjawab antusias ketika ditanya keinginan mengajar di Indonesia. “Selalu. Saya ingin sekali sewaktu-waktu bisa mengambil sabbatical dari kampus saya untuk mengajar di Indonesia. Demikian pula untuk berkarir di jenjang akademis, kalau ada kesempatan yang sesuai saya ingin mencoba menjadi dekan atau pun rektor.” tandas anak ketiga dari enam bersaudara anak pasangan Alm. H. O. Sanusi asal Pandeglang dan Ibu Hj. Sumarlik asal Surabaya ini.

Sejak Agustus 1999 hingga saat ini, Taufik bekerja sebagai dosen di Cal Poly State University dan mengajar bermacam bidang ilmu eletronik, diantaranya Power Electronics Design, Modeling and Simulation of Power Converters, Control Systems dan Motor Drives. Jadwal ajar Taufik bisa dilihat lengkap dengan jam dan ruang belajarnya di situs resmi Cal Poly State University. Kelak, mungkin hal serupa terjadi di salah satu universitas di Indonesia.

Bosan Ditanya Beasiswa, Bikin Buku

Barangkali karena selama kuliah selalu mendapat beasiswa, banyak kawan-kawannya yang kemudian bertanya bagaimana cara dapat beasiswa di Amerika. “Pertama-tama, satu dua pertanyaan bisa saya jawab langsung, tapi lama-lama makin banyak yang tanya. Akhirnya terpikir oleh saya untuk membuat semacam buku panduan.” ungkap Taufik.

Tak ada tujuan mencari untung, Taufik kemudian menulis buku berjudul Beasiswa Kuliah Di Amerika Serikat yang diterbitkan PT. Citra Aditya Bakti, Bandung tahun 2007. “Saya merasakan bahwa sangat sedikit sekali informasi soal beasiswa di Amerika yang bisa diakses pelajar-pelajar Indonesia, padahal peminatnya banyak sekali.” ujarnya.

Taufik mengaku mempersiapkan buku itu selama satu tahun. Buku itu memang terbilang komplit. Mulai dari pembahasan mengapa kuliah di Amerika, hingga strategi mendapatkan beasiswa. Tak hanya itu, dalam buku setebal 124 halaman, Taufik juga menulis banyak keterangan yang sangat bermanfaat, misalnya mengenal tipe-tipe perguruan di Amerika, tipe-tipe beasiswa, dan sebagainya. Buku tersebut sampai kini masih tersedia di toko buku dengan harga jual Rp 24.000.

Kenapa merasa sangat perlu membuat buku seperti itu? Taufik menjawab enteng, “Biar pelajar-pelajar Indonesia tidak kalah taktik dengan pelajar negara lain dalam mencari beasiswa di Amerika.” kata pria yang juga memegang hak paten System Method and Apparatus for a Multi-Phase DC-to-DC Converter bersama tiga rekannya.

Apa yang tampak sepele, seperti yang dilakukan Taufik dengan bukunya, sesungguhnya merupakan sesuatu yang berguna buat kebanyakan orang. Terutama bagi mereka yang menggantung cita-cita setinggi langit dengan mengejar pendidikan di Amerika. Tak terbayangkan bukan? Jika salah satu mahasiswa Indonesia bisa berangkat dan mendapat beasiswa ke Amerika, ternyata sedikit banyak setelah membaca ‘trik’ dalam buku Taufik.

Taufik dengan segala kerendahan hatinya, telah membuktikan bahwa di zaman yang sekarang disebut dunia datar ini, pengetahuan adalah kekuatan.

Sumber: Yayat Suratmo, Kabarinews

No comments: