Monday, November 14, 2011

Long-term Memory: Kunci Mengingat & Belajar Lebih Mudah

image for Long-term memory taken from http://ahsmail.uwaterloo.ca

Image diambil dari http://ahsmail.uwaterloo.ca

Saat mempelajari hal yang sama, mengapa seseorang lebih mudah memahami dibandingkan orang lain? Mengapa seorang anak mudah mempelajari hal tertentu, sementara anak yang lain susah mempelajarinya? Tulisan ini tentang Bagaimana Belajar & Mengajar sesuatu secara Efektif diinspirasi dari penelitian-penelitian yang ditayangkan ABC Australia pagi dini hari tadi (14/11/2011). Tentang hasil-hasil penelitian bagaimana agar kita dapat mengingat sesuatu lebih lama, mengerti sesuatu dengan lebih jelas, dan membuat orang lain mengingat dan mengerti sesuatu dengan lebih baik pula.Tentang pentingnya ‘memasukkan’ informasi bukan hanya ke ‘kamar’ short-term memory tetapi juga terus ke ‘kamar’ long-term memory. Pengetahuan ini sangat penting untuk tiap individu saat mempelajari sesuatu, untuk orangtua saat mengajari anaknya dan juga untuk pengajar saat mengajar peserta didiknya.

Apa itu short-term memory dan long-term memory?

Sebelumnya, mari mengerti dahulu apa itu “Short-term memory” dan “Long-term memory” menurut MedicineNet.com

Short-term memory: adalah sebuah sistem di otak kita yang berfungsi untuk menyimpan sementara informasi dan memproses informasi yang diperlukan saat kita berpikir (seperti saat kita mencoba menseleksi atau mengelompokkan informasi yang kita terima, saat kita mencoba mengerti hal baru, melogika sesuatu, menganalisis hubungan sebab-akibat, mencari alasan atau argumentasi). Sebagai contoh, saat seseorang menyebutkan sejumlah bilangan secara acak kepada kita dengan kecepatan tertentu (misal 1 detik satu bilangan), dan selanjutnya kita diminta mengingat dan menyebutkan kembali bilangan-bilangan tersebut secara urut berdasarkan besar bilangan. Rata-rata kapasitas short-term memory untuk orang normal dewasa sebanyak 5 hingga 7 item.

Long-term memory: adalah sebuah sistem di otak kita yang berfungsi untuk menyimpan secara permanen, mengatur, dan memanggil kembali informasi-informasi diwaktu berikutnya. Seringkali informasi yang disimpan di long-term memory akan dapat kita ingat sepanjang hidup.

Jika diibaratkan dengan komponen komputer, short-term memory mirip dengan RAM (Random Access Memory) yakni tempat penyimpanan data sementara sebelum diproses di CPU (Central Processing Unit), data yang tersimpan di RAM akan terhapus atau hilang tertulis ulang dengan data-data berikutnya; sedangkan long-term memory mirip dengan hard-disk yakni tempat penyimpanan permanen data. Seperti halnya otak, apapun yang di-inputkan ke sebuah komputer akan masuk dan diproses di RAM (short-term memory) tetapi tidak semua input atau hasil pengolahan akan disimpan di hard-disk (long-term memory).

Short-term memory dan long-term memory juga dapat dianalogikan seperti dua buah kamar dengan lorong sempit penghubung antar kedua ruangan. Hampir semua informasi yang kita terima akan masuk dan mampir ke ‘kamar’ short-term memory kita untuk diproses, namun apakah hasil pemrosesan akan disimpan di ‘kamar’ long-term memory membutuhkan usaha lebih dari otak kita.

Hasil-hasil penelitian meyakini bahwa kemampuan seseorang menyelesaikan permasalahan erat kaitannya dengan banyaknya informasi yang dia miliki dan mampu dia ‘panggil’ dari long-term memorydia. Sebagai contoh, seorang grand-master catur mudah mengalahkan berbagai lawan caturnya karena beratus-ratus bahkan mungkin beribu-ribu kombinasi posisi catur yang telah tersimpan di long-term memory dia yang otomatis akan ’terpanggil’ saat berpikir menyelesaikan masalah. Contoh lain yang diangkat dalam penelitian adalah seorang sopir yang telah berpengalaman puluhan tahun akan dengan santai dan mudah melakukan banyak hal selagi menyopir kendaraan, seperti menghidupkan radio, mengganti saluran radio, bercakap-cakap dengan penumpang, bahkan sambil menentukan arah kendaraan. Semua informasi tentang teknik menyetir, arah jalan, dan masalah-masalah di jalan telah tersimpan di long-term memory dia dan otomatis akan terpanggil manakala menyetir. Hal yang sama tidak dijumpai pada seseorang yang baru saja belajar menyetir.

Aplikasinya Saat Belajar dan Mengajar

Mengajarkan sesuatu yang baru kepada orang lain diyakini bukan hanya fenomena ‘memasukkan & meletakkan’ informasi baru di otak seseorang. Terlalu banyak memberikan informasi baru kepada seseorang, disampaikan dengan istilah-istilah baru, apalagi dalam konteks yang baru bagi si penerima ibaratnya seperti meletakkan begitu banyak bola di ‘kamar’ short-term memory hingga bola-bola informasi itu macet (stuck) tidak mampu dipilih, diseleksi, diproses, apalagi diteruskan ke ‘kamar’ long-term memory.

Mekanisme otak dalam meneruskan sebuah informasi dari short-term memory ke long-term memoryadalah dengan memahami informasi tersebut berdasarkan pemahaman sebelumnya, pengalaman sebelumnya, konteks yang pernah dialami dan dipahami sebelumnya, dan berdasarkan informasi-informasi yang telah tersimpan di long-term memory sebelumnya. Memahami informasi dan menyimpannya dalam long-term memory adalah proses mengkoneksikan informasi baru dengan informasi-informasi yang telah dipahaminya sebelumnya, menandainya, memberikan konteks terhadap informasi baru tersebut. ‘Bola’ informasi baru yang masuk ke ‘kamar’ short-term memory tadi seakan dicari sambungannya dengan ‘bola-bola’ informasi lainnya yang telah ada di ‘kamar’ long-term memory, kemudian diikat satu sama lain, ditandai, ditarik dari ‘kamar’ short-term memory dan disimpan ke ‘kamar’long-term memory.

Kesalahan yang banyak dilakukan seorang pengajar saat mengajari hal baru kepada peserta didiknya adalah terus menghujani peserta didik dengan terlalu banyak informasi dalam satu waktu, menyampaikannya dalam konteks yang tidak dipahami peserta didik (umumnya hanya berdasar konteks yang disampaikan pengarang buku atau yang dipahami pengajar), bahkan dengan istilah atau kata-kata yang hanya dipahami pengajar. Jangankan tersimpan di long-term memory peserta didik, terproses saja seringkali tidak. Kebanyakan informasi-informasi “aneh” itu hanya akan mampir lewat di short-term memory kemudian langsung hilang.

Semestinya informasi baru diberikan berdasarkan konteks dan pemahaman yang sudah dimiliki oleh peserta didik. Padahal di Indonesia biasanya ada banyak peserta didik dalam satu kelas dengan latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, pengajar disarankan untuk membatasi jumlah informasi baru yang disampaikan dalam satu waktu dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memahami informasi atau konsep-konsep baru yang diterimanya dengan bahasa, konteks, dan pengalaman yang mereka pahami. Sebagai contoh, suatu ketika saya harus menjelaskan tentang konsep mem-format data hard disk komputer di hadapan anak-anak petani. Ya terpaksa saya harus menganalogikan mem-format hard disk dengan aktifitas membajak sawah, membagi petak-petak sawah, dan baru menanam padi sebagai analogi datanya. Diskusi aktif yang melibatkan semua peserta didik adalah strategi paling pas untuk mengimplementasikannya. Pengajar harus secara aktif memotivasi setiap peserta didik untuk menyampaikan kembali informasi yang dipahaminya dengan pemahaman dan bahasa mereka sendiri. Pengajar memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi atau mengoreksi apabila pemahaman itu salah atau berbeda jauh dengan konsep yang dimaksudkan. Selain itu belajar dengan langsung melakukan (learning by doing) juga merupakan salah satu metode efektif untuk mengendapkan langsung pemahaman peserta didik ke konteks dan wujud fisik obyek yang dipelajari.

Sama dengan saat kita ingin mengajari anak kita. Saat mengajarkan sesuatu hal yang baru kepada anak, jelaskanlah dengan contoh atau langsung dengan objek yang kita terangkan dan mempraktekkannya. Anak harus diberikan kesempatan bertanya sebanyak mungkin dan dimotivasi untuk menerangkan kembali apa yang sudah dia pahami dengan bahasa mereka. Itu mengapa memberikan pengalaman positif sebanyak mungkin kepada anak sejak dini juga akan memudahkan ia mempelajari sesuatu terkait pengalamannya itu dikemudian hari. Misalnya, saya memberikan kebebasan kepada anak saya Mulia (8 tahun) untuk melihat, menyentuh, membongkar dan memasang sendiri komponen-komponen komputernya (tentu dengan saya awasi dengan pertimbangan keselamatan kesetrum:). Saya percaya semua detail yang ia lihat dan alami hari ini akan secara otomatis ter’panggil’ saat ia mempelajari teknologi komputer secara formal suatu hari nanti. Pada saat itu orang lain akan melihat Mulia sebagai anak yang ‘cerdas’ karena cepat belajar komputer, padahal ia ‘hanya’ memanggil dan mengaitkan pengetahuan barunya dengan informasi-informasi di long-term memory dia. Oleh karena itu, saat mempelajari hal yang baru, ajak anak kita mengingat kembali objek-objek, pengetahuan, pengalaman terkait yang sudah dimiliki sebelumnya dan kaitkan dengan pembelajaran hal baru tersebut.

Dengan demikian, setiap anak dan peserta didik, termasuk diri kita, akan lebih mudah dan lebih cepat memahami sesuatu. Lebih dari itu, akan mampu mengingatnya dalam waktu yang jauh lebih lama dan memanggilnya kembali saat menyelesaikan masalah dikemudian hari, karena sebanyak mungkin informasi telah kita simpan di long-term memory kita.

Sumber: Tony D Susanto - http://motivasibeasiswa.org