Ragam Cara Berburu Beasiswa
JAKARTA – Di Indonesia, beasiswa luar negeri tersedia paling sedikit melalui tiga jalur. Antara lain melalui program bantuan, lembaga internasional, dan tawaran beasiswa dari sejumlah universitas di negara maju.
Keinginan melanjutkan pendidikan dengan beasiswa rupanya menjadi keinginan banyak orang. Berbagai program beasiswa ditawarkan untuk melanjutkan studi di luar negeri maupun dalam negeri untuk berbagai strata. Program-program beasiswa tersebut ditawarkan dengan berbagai fasilitas dan dana beragam sehingga menarik banyak orang untuk ikut mendaftar.
Tentu saja hal ini membuat persaingan untuk mendapatkan beasiswa menjadi semakin sulit, mengingat jumlah penerima yang jauh lebih kecil daripada jumlah pendaftar. Ada beberapa sumber beasiswa ke luar negeri yang bisa dipilih masyarakat, pertama, beasiswa yang berasal dari program bantuan (grant) pemerintah negara-negara tertentu seperti beasiswa pemerintah Australia melalui program Australian Development Scholarship atau beasiswa pemerintah Inggris seperti Chevening Scholarship.
Sumber lainnya adalah beasiswa dari lembaga-lembaga internasional seperti Asian Development Bank,maupun dari lembagalembaga nirlaba internasional seperti Ford Foundation, Yayasan Sampoerna, dan Aminef yang mengelola beasiswa Fulbright. Sumber ketiga adalah beasiswa yang disediakan universitas-universitas tertentu di negara maju bagi calon mahasiswa berbakat.
Cukup dengan membuka website universitas yang bersangkutan, informasi mengenai beasiswa yang tersedia dan persyaratannya bisa dengan mudah diperoleh. Direktur The Indonesian Education Foundation (IIEF) Irid Agoes menjelaskan, IIEF mengelola berbagai program beasiswa untuk belajar di perguruan tinggi di dalam dan luar negeri, misalkan saja Ford Foundation, GE Foundation, dan Exxon Mobile. Program beasiswa yang dimaksud adalah untuk studi perolehan gelar,serta program pelatihan jangka pendek (nongelar) bagi para profesional dan akademisi.
”Kami memfokuskan pemberian beasiswa kepada warga daerah yang leadership- nya teruji,” jelas Irid. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas masyarakat daerah. Apalagi sebenarnya kemampuan masyarakat di daerah tidak berbeda jauh dengan masyarakat di kota-kota besar di Indonesia. Namun,mereka kurang diberikan kesempatan mendapatkan beasiswa belajar ke luar negeri.
Bukan hanya itu, IIEF juga mempunyai program beasiswa bagi penderita cacat namun secara akademis memiliki kemampuan yang baik. Hal itu dimaksudkan agar orang-orang cacat juga dapat berperan membangun daerahnya. Setiap tahun sekurang-kurangnya ada 40 orang cacat yang diberikan beasiswa belajar ke luar negeri. Kemampuan bahasa Inggris pun tidak menjadi persoalan bagi pihaknya untuk merekrut calon penerima beasiswa.
Sebab, sebelum diberangkatkan ke perguruan tinggi di berbagai negara yang dituju, pihaknya terlebih dahulu memberikan pelajaran bahasa Inggris. ”Enam bulan di Indonesia dan enam bulan lagi di perguruan tinggi di luar negeri,”kata Irid. Perguruan tinggi yang bisa dipilih penerima beasiswa di luar negeri terdapat pada banyak negara. Di antaranya Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Inggris,Australia, Filipina, Malaysia, dan Thailand.
”Bahkan, bisa juga di universitas top di Indonesia. Semua itu tergantung dari hasil tes konseling,” tutur Irid. Berdasarkan tes konseling itu pulalah IIEF akan memberikan empat pilihan perguruan tinggi di luar negeri.Salah satu di antaranya akan menjadi tempat belajar selama mendapatkan beasiswa.
Lalu, mengenai pendaftaran ke perguruan tinggi itu semua menjadi tanggung jawab sepenuhnya pihak IIEF. Education Promotion Nuffic Neso Indonesia Ariono Hadipuro menjelaskan, Nuffic Neso Indonesia merupakan organisasi nonprofit yang ditunjuk resmi dan didanai pemerintah Belanda. Neso adalah kantor perwakilan Nuffic, organisasi Belanda yang menangani kerja sama internasional di bidang pendidikan tinggi.
Neso Indonesia menangani berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan tinggi di Belanda. Nuffic Neso Indonesia menyediakan informasi mengenai lebih dari 1.400 program studi berbahasa Inggris serta mengelola program beasiswa. Nuffic Neso Indonesia juga memprakarsai dan memfasilitasi kerja sama di bidang pendidikan tinggi antara institusi di Indonesia dan Belanda. Salah satu program beasiswa yang sedang dijalankan Nuffic Neso Indonesia adalah Studeren in Nederland (StuNed) atau studi di Belanda.
Program ini diberikan pemerintah Belanda kepada para mid-career professional Indonesia. Setiap tahun antara 150-200 beasiswa penuh ditawarkan kepada mereka yang berkecimpung dalam pembangunan Indonesia. Program ini bertujuan membantu pembangunan Indonesia melalui peningkatan sumber daya manusia pada institusi-institusi di Indonesia. Kandidat yang dicari adalah yang memiliki komitmen untuk meningkatkan sumber daya manusia dan kapasitas institusi dari mitra Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan Belanda, serta meningkatkan efektivitas dari program-program kerja yang sedang berjalan.
Prioritas akan diberikan kepada calon peserta yang berasal dari organisasi-organisasi lokal yang bermitra dengan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda seperti departemen. Lembaga pemerintah nondepartemen, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga sektor swasta yang memiliki keterkaitan erat dengan isu-isu pembangunan yang relevan dengan multi-annual strategic plan (MASP) 2008- 2011 Kedutaan Besar Kerajaan Belanda.
Di samping itu, prioritas juga diberikan kepada kandidat perempuan dan calon peserta dari luar Jawa.Program beasiswa StuNed dibuat khusus untuk para profesional Indonesia dengan masa kerja minimum dua tahun di tempat kerja terakhir (bukan masa kerja kumulatif). Setelah menyelesaikan studi di Belanda, penerima beasiswa diharuskan kembali ke Indonesia dan meneruskan komitmennya bagi pembangunan melalui institusi tempat mereka bekerja.
Ariono menjelaskan,mahasiswa asal Indonesia berada pada peringkat kedua jumlah mahasiswa asal Asia yang mengikuti studi di Belanda. Data yang dirilis Nuffic untuk tahun ajaran 2008-2009 menunjukkan, Indonesia berada di posisi kedua dengan 1.350 mahasiswa,setelah China dengan 5.000 mahasiswa, disusul oleh India (550), Korea Selatan (450) dan Vietnam (450).
No comments:
Post a Comment