Ubud: Kota Terbaik Se-Asia
Apa saja atau tempat mana saja di Ubud dan sekitarnya yang kiranya pantas menjadi semacam ikon wisata terbaik Asia itu? Bukankah atmosfer atau suasana di pusat Ubud, yakni sekitar Puri Ubud, tidak ada bedanya dengan Kuta, misalnya, yang mulai sumpek dan diwarnai kemacetan setiap harinya?
”Kita bersyukur dan gembira Ubud dipilih sebagai kota terbaik se-Asia dengan skor 82,5, mengalahkan Bangkok, Hongkong, Chiang Mai, dan Kyoto. Tetapi, hal itu juga membawa konsekuensi berat untuk menata kondisi yang ada, seperti kesemrawutan yang terjadi di mana-mana,” kata Bupati Gianyar Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace di Puri Ubud, saat menerima penghargaan itu, 30 januari 2010.
Cok Ace, selain berbicara sebagai tokoh keluarga Puri Ubud, juga selaku Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali dan atas nama Ubud Hotels Association. Menurut Cok Ace, hal mendesak yang perlu ditangani terutama kesemrawutan arus lalu lintas, parkir di perkotaan, pasar, penataan dan pengamanan kawasan pantai, serta daerah aliran Sungai Tukad Pakerisan.
Oleh karena itu, sekadar saran, luangkan waktu seharian penuh untuk telaten—ibarat mencari kutu—menikmati suasana Ubud. Cobalah ”membongkar” jalanan, tempat, sekaligus suasana di belakang Puri Ubud. Di sanalah keunikan dan keistimewaan kawasan wisata itu tersaji.
Letak Ubud yang relatif dekat dari Denpasar, sekitar 25 kilometer, menawarkan pilihan tempat menginap. Melalui Jalan By Pass Ngurah Rai dan By Pass Ida Bagus Mantra, dari Kuta hanya butuh waktu paling lama satu jam. Dengan tinggal di kawasan Bali bagian selatan itu, wisatawan akan menikmati suasana pantai, di samping pedesaan yang masih kental suasana sawahnya.
Jika kocek Anda tebal, bolehlah menikmati aneka hotel mewah di pinggiran Sungai Ayung. Hotel dan vila di kawasan itu menyajikan beragam pemandangan spektakuler terasering sawah dan tebing kali. Pilihan lain, cottage dan pondok wisata di sekitar Puri Ubud. Di sana Anda dapat berbaur dengan masyarakat. Sang pemilik pondok wisata bahkan melengkapi pelayanan denganmebanten atau menyiapkan sesaji dan aneka perlengkapan upacara keagamaan.
Tempat persinggahan
Keluar dari Tegallalang, arahkan perjalanan ke Pakudui, Sebatu. Pakudui terkenal sebagai desa penghasil patung-patung kayu, khusus berbentuk Garuda Wisnu Kencana (GWK). Di sanalah otentisitas pembuatan patung-patung GWK akan dapat dinikmati secara langsung. Patung seharga puluhan ribu hingga ratusan juta rupiah ada di dusun itu. Puas dengan aneka kerajinan, siapkan diri Anda untuk mendapatkan suasana spiritual Bali, hanya 400 meter di timur Pakudui. Di sanalah Pura Gunung Kawi, Sebatu, berada.
Perasaan tenteram dan damai langsung terasa begitu kita berada di depan pura tersebut. Bagi Anda yang datang ke sana sebagai pelancong, pastikan terlebih dulu membayar tiket masuk Rp 7.000 (untuk dewasa) dan Rp 3.000 (anak-anak). Tiket masuk itu sudah termasuk untuk sewa kamen (kain jarit) yang harus dikenakan selama berada di area pura.
Situs www.babadbali.com mencatat, ada tiga pura bernama Gunung Kawi di Bali. Kebetulan semuanya berada di Kabupaten Gianyar. Selain di Sebatu, ada pula Pura Gunung Kawi Tampak Siring dan Bitra.
Jika waktu sudah tepat berada di tengah hari, sejumlah warung makan dan restoran di Ubud sudah menunggu. Jika Anda turis yang bisa memakan semua jenis makanan, warung babi guling Bu Oka di sebelah kompleks Puri Ubud layak dikunjungi.
Untuk makanan halal sangat beragam. Bebek Bengil yang ternama atau Warung Makan Nasi Campur Kadewatan Bu Mangku di Kadewatan tidak boleh ditinggalkan. Jika kesan formal kita temui di Bebek Bengil, suasana lebih rileks tersaji di Warung Bu Mangku. Maklum, meja lesehan digelar di teras kompleks rumah khas Bali itu.
Sumber: Kompas
No comments:
Post a Comment