SUPERVISI DAN MOTIVASI PEGAWAI
Dalam proses manajemen, fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, dan motivasi diselenggarakan pada berbagai tingkatan organisasi dari manajemen puncak melalui manajemen menengah kepada supervisor atau manajemen operasi. Bahasan ini memperjelas sifat supervisi pada tingkat supervisor. Pada tingkat ini supervisor kantor merencanakan dan mengorganisir kerja sedemikian rupa sehingga kebutuhan kepuasan pegawai melalui kemampuan mereka dan kebutuhan efektivitas ekonomi perusahaan dapat terpenuhi. Tujuan integrasi kedua kebutuhan ini adalah menciptakan sebuah organisasi dimana para pegawai, yang telah bekerja keras mengejar kebutuhan mereka sendiri, juga sekaligus telah memberikan sumbangan yang besar bagi pemenuhan kebutuhan organisasi. Supervisi juga melibatkan pengawasan – menjamin pelaksanaan nyata sebagaimana yang diinginkan. Akhirnya, supervisi sangat berkaitan dengan motivasi, yaitu menggerakkan para pegawai untuk berbuat semaksimal mungkin serta menjadikan mereka senang dan puas dalam bekerja.
Aspek-aspek praktis manajemen pada tingkat supervisi mencakup pelaksanaan kegiatan tertentu melalui sebuah metode terbaik dan oleh orang terbaik untuk mendapatkan hasil-hasil terbaik. Seorang supervisor yang terlatih dibutuhkan untuk menjamin penyelesaian ketiga aspek ini. Upaya supervisor untuk mencapai hasil-hasil ini dilakukan melalui perencanaan dan pengaturan waktu pelaksanaan yang hati-hati, dan melalui kepemimpinan yang efektif yang dibangun melalui kerjasama, walaupun lebih dari satu orang yang terlibat dalam setiap kegiatan, hasil-hasil terbaik hanya akan diperoleh melalui kerjasama sepenuhnya dari semua orang yang terlibat.
TANGGUNG JAWAB SUPERVISOR KANTOR
Pada sebuah kantor yang kecil, seorang manajer kantor mengarahkan semua kegiatan proses informasi. Ketika pekerjaan kantor berkembang, sebuah departemen transkripsi yang terpusat atau sebuah pusat proses kata dapat dibangun dibawah seorang supervisor yang terlatih. Pengembangan yang lebih lanjut mungkin memerlukan beberapa supervisor bagi departemen-departemen terpusat yang terkait dengan manajemen data, pelayanan komputer, pelayanan surat-menyurat, dan reprografik. Apapun organisasinya atau berapapun jumlah supervisor, kegiatan-kegiatan supervisi perkantoran adalah sama. Kegiatan-kegiatan membutuhkan kerjasama manusiawi – atasan dan bawahan – untuk mengembangkan dan melaksanakan rencana-rencana pekerjaan kantor, mengembangkan sistem-sistem dan prosedur yang mencakup pengukuran kerja, dan mengembangkan sistem-sistem kerja bila memungkinkan.
Semua posisi pengawasan mencakup sejumlah tanggung jawab tertentu. Tanggung jawab ini mempunyai arah; ada tanggung jawab ke atas kepada manajemen yang lebih tinggi, tanggung jawab horizontal kepada para supervisor yang sederajat, dan tanggung jawab ke bawah kepada para bawahan. Adapula tanggung jawab koordinasi atas pekerjaan yang telah dilakukan, dan tanggung jawab pengembangan diri seperti persiapan supervisor untuk pertumbuhan dan promosi di dalam organisasi bisnis.
MOTIVASI DAN HUBUNGAN MANUSIAWI DALAM SUPERVISI PERKANTORAN
Seseorang tidaklah menjadi supervisor hanya karena mereka mengikuti test untuk menjadi pegawai terbaik atau hanya karena mereka mengetahui secara tepat pekerjaan-pekerjaan di departemen mereka. Sebagai tambahan pada kebutuhan-kebutuhan ini, para supervisor harus menggunakan pendekatan manusiawi, yang berarti bahwa mereka haruslah menjadi spesialis dalam kaitannya dengan manusia. Dalam pekerjaan mereka dengan manusia, para supervisor secara terus-menerus dinilai. Sebagaimana nilai mereka sebenarnya sebagai eksekutif. Penetapan pekerjaan yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya adalah tugas yang termudah supervisi, karena ia berhubungan dengan tahap tujuan atau obyektif supervisi. Yang terpenting, adalah manusia, atau subyektif pada tahap supervisi. Disinilah terletak rahasia memotivasi dan pengarahan para pegawai.
Supervisor kantor yang berhasil harus mempunyai kualitas pribadi tertentu bila mereka menuntut bahwa penghormatan dan kesetiaan para pekerjalah yang memastikan efisiensi maksimum dalam sebuah departemen. Yang terpenting di atas sifat-sifat ini adalah kemampuan memperlakukan bawahan sebagai manusia, supervisor menjadi salah seorang di antara pegawai tanpa mengorbankan harga diri dan posisinya sebagai eksekutif. Para supervisor tidaklah dapat terlalu dekat dengan bawahan karena dengan kedekatan seringkali akan mengakibatkan supervisor kehilangan kebijaksanaan. Akan tetapi, menjauhkan diri dan melakukan kebijakan disiplin yang keras terhadap bawahan juga akan berakibat buruk. Supervisor menuntut kepatuhan berdasarkan kerjasama. Diantara kedua sikap ekstrem ini terletak sebuah sikap, kepribadian, yang membuat seorang supervisor adalah seorang pemimpin daripada seorang “Bos”. Inilah sikap yang akan memenangkan pentingnya kerjasama.
Keadilan, pikiran yang terbuka, dan kejujuran diperlukan dari seorang supervisor dalam berhubungan dengan masalah-masalah sehari-hari yang setiap waktu mengancam dan mengganggu efisiensi fungsi departemen mereka. Mereka harus siap dan mau memandang kedua sisi permasalahan dan mencari pemecahannya secara tepat dan beralasan sehingga tidak ada dendam pada mereka yang terkena keputusan tersebut. Mereka harus dapat memberikan masukan jika diminta bawahan dan sabar serta memahami masalah-masalah pribadi dan perorangan. Akhirnya, para supervisor yang baik akan memenuhi semua janji dan “mendukung” pegawai yang berkerjasama ketika berhubungan dengan departemen lain dan dengan manajemen puncak.
Ini adalah kegiatan supervisor kantor untuk memotivasi – untuk menciptakan semangat dan keinginan untuk bekerja, dan ini adalah penyelesaian terbaik dengan memperlakukan para pegawai sebagai manusia, bukan sesuatu yang bergerak secara otomatis. Insentif-insentif manusiawi berikut menciptakan semangat dan keinginan bekerja : pengalaman kerja yang bermanfaat; keyakinan pentingnya kegiatan tersebut; jam kerja yang baik; lingkungan kerja yang menyenangkan; jaminan keuangan; rekan-rekan kerja yang cocok; perlakuan yang adil dari atasan; kesempatan untuk maju; menggunakan ide-ide perorangan dan mempelajari kegiatan tersebut; informasi lengkap melalui praktek komunikasi yang baik; dan penghargaan keberhasilan seseorang.
Beberapa supervisor kantor mampu memperoleh manfaat dari menganalisa pemahamannya mengenai hubungan manusiawi yang terlibat dalam supervisi dan perluasan dimana mereka menciptakan sebuah “semangat kerja” dari bawahannya. Untuk membantu penganalisaan ini, para supervisor dapat menggunakan gambar 12-2.
Sebagai tambahan untuk memiliki kualitas pribadi yang diinginkan, para supervisor harus memperhatikan bahwa kondisi-kondisi psikologis tertentu sebagaimana kepuasan-kepuasan materi yang ada dalam departemen mereka. Beberapa dari kondisi-kondisi dari kepuasan-kepuasan ini akan diuraikan pada paragraf berikutnya.
Delegasi
Delegasi didefinisikan sebagai :
………proses mendirikan dan mengadakan pengaturan kerja yang efektif di antara seorang manajer dan orang-orang yang melapor kepadanya. Pendelegasian terjadi bila pelaksanaan kegiatan dipercayakan pada yang lain, dan hasil yang diharapkan tidak disepakati bersama.
Dalam diskusi beberapa prinsip-prinsip manajemen di Bab 3, ditetapkan bahwa para supervisor kantor mempunyai tanggung jawab pada divisi mereka sendiri dan kepada bawahannya untuk secara efektif mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab pekerjaan yang dilakukan. Sebagai pemimpin, para supervisor merencanakan operasi departemen mereka yang lebih efisien dengan memperkuat percaya diri bawahan mereka dan membangun inisiatif serta kemampuan mereka. Para supervisor mempunyai sebuah tanggung jawab moral untuk menginspirasikan para pegawai mereka dengan memberikan mereka sebuah kesempatan mengambil tanggung jawab baru dan menggali metode-metode baru mereka sendiri. Para supervisor harus menyadari, hari depan perusahaan mereka terletak di tangan orang-orang yang melapor kepada mereka. Melalui pendelegasian pekerjaan yang efektif, para supervisor dapat membimbing bawahan mereka mempersiapkan diri secara baik mengambil tanggung jawab di masa depan bagi keberhasilan pekerjaan perusahaan.
Sayangnya, terlalu banyak supervisor tidak mampu mendelegasikan, baik karena mereka tidak sepenuhnya mengetahui peranan mereka dan karena tidak mengetahui kemana harus bertindak, atau juga karena mereka tidak mempercayai kemampuan bawahan mereka. Beberapa supervisor merasa bahwa pekerjaan tersebut tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik, kecuali mereka sendiri melaksanakannya. Kemudian, juga beberapa supervisor sangat menyukai melakukan pekerjaan tersebut sehingga mereka menolak membiarkan orang lain melakukan pekerjaan tersebut. Para supervisor juga gagal mendelegasikan karena sejumlah motif-motif psikologis – takut persaingan, takut kehilangan penghargaan dan pengakuan, dan takut bahwa kekurangan dan kelemahannya akan diketahui. Setiap motif-motif ini dapat ditelusuri kepada perasaaan takut secara psikologis dan ketidaknyamanan oleh supervisor, dan seringkali bahwa ketakutan ini disebabkan kualitas kerja yang buruk, kuantitas produksi yang rendah, dan gangguan moral yang serius di antara para pegawai dalam sebuah departemen.
Perasaan ketidaknyamanan secara psikologis yang sama dengan kekurangan motivasi dapat mengakibatkan penolakan bawahan untuk menerima tanggung jawab lebih banyak. Akan tetapi, sebagaimana observasi Mc Gregor di dalam pandangannya mengenai tingkah laku pegawai (Teori Y), tergantung pada kondisi-kondisi, rata-rata orang akan mencari pekerjaan yang memuaskan, akan mencari tanggung jawab, dan akan bekerja keras untuk mendapatkan tujuan-tujuan perusahaan.
Para supervisor harus bersedia berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka dengan bawahan mereka. Kenyataannya, bawahan yang memenuhi syarat harus dilatih untuk melangkah ke dalam kegiatan-kegiatan supervisor mereka sebagai akibat pendelegasian pekerjaan dari supervisor mereka. Ketika para supervisor membebaskan diri mereka dari pekerjaan yang jelas didelegasikan, mereka mendapatkan tanggung jawab baru pada tingkat yang lebih tinggi, semuanya akan memungkinkan mendapat pekerjaan baru. Bawahan yang menerima tanggung jawab pekerjaan yang telah didelegasikan mendapatkan pengalaman praktek dalam manajemen partisipatif – suatu teknik manajemen baru dimana para pegawai dapat menetapkan apa yang mereka kerjakan, bagaimana mereka mengerjakannya, dan bagaimana mereka akan dihargai. Sebuah tenaga motivasi yang besar akan datang dari orang yang ditugaskan suatu posisi dari pekerjaan departemennya, diberikan wewenang untuk memutuskan keberhasilan atau kegagalan, dan kemudian mendapat imbalan atas apa yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini, bila bawahan terlibat dalam mengenali dan memecahkan masalah-masalah kantor, lebih banyak lagi kebutuhan-kebutuhan mereka terpenuhi. Jadi manajemen partisipatif menantang motivasi pegawai sebagai pegawai mampu mengenali lebih dekat perusahaan, membangun semangat kelompok yang lebih besar, dan yang terpenting, bekerja lebih keras untuk mencapai sasaran-sasaran yang mereka bantu untuk didirikan.
Dalam sebuah kajian penggunaan manajemen partisipatif di dalam mensupervisi pegawai-pegawai kantor, ditemukan bahwa partisipasi pegawai biasanya pengembangan terbesar di dalam bidang-bidang berikut, pengembangan jalur-jalur komunikasi di dalam departemen-departemen, pelatihan bawahan baru di departemen-departemen, merekrut para kandidat untuk posisi-posisi dalam departemen-departemen, penyesuaian pegawai-pegawai baru di departemen-departemen, dan mengembangkan prosedur bagi keseragaman kerja.
Apabila bawahan menyelesaikan tugas-tugas dan menerima penghargaan, penghargaan kepada mereka adalah juga penghargaan terhadap supervisor yang memungkinkan mereka secara efektif berbuat sebagai akibat pendelegasian yang terampil. Bila para supervisor seringkali yang baru diangkat, eksekutif-eksekutif muda – menahan diri untuk mendelegasikan karena mereka takut akan terbuka kekurangan-kekurangan mereka, mereka harus melihat ke dalam diri mereka dan memecahkan permasalahannya dengan mengatasi kelemahan-kelemahan mereka sendiri. Untuk mencegah pendelegasian untuk menutupi kesalahan mereka, para supervisor melipatgandakan permasalahan – masalah kelemahan mereka dan masalah menghambat kemajuan dengan mengorbankan efektivitas perusahaan dimana mereka bekerja.
Disiplin
Disiplin hendaknya mencegah, tindakan menghukum, dan hendaknya menjaga pegawai dari kesalahan yang sama dua kali.
Supervisi yang buruk mengakibatkan 80-90 % mencakup masalah-masalah disiplin. Terlalu banyak supervisor dan manajer takut untuk menerapkan disiplin, dan bila mereka melakukannya, mereka meminta maaf atau mengeluh atau marah-marah. Sebuah wawancara yang sabar dan tenang dengan seorang supervisor sudah merupakan hukuman bagi banyak pegawai ketika mereka melanggar peraturan. Sebagian besar orang ingin menjadi pegawai yang baik dan mereka merasa malu bila mereka diingatkan bahwa mereka tidak selalu berbuat sebagaimana seharusnya.
Kebutuhan akan disiplin seringkali berkaitan dengan faktor-faktor seperti ketidakhadiran, keterlambatan, produktivitas yang rendah, dan kualitas hasil. Pakar-pakar tingkah laku seperti Chris Argyris, percaya bahwa masalah-masalah organisasi yang mahal diasosiasikan dengan kejemuan dan ketidaktertarikan menggunakan kemampuan mereka. Mereka melihat pembawaan manusia sebagai sumber yang berharga dan mengesankan bahwa ketika sumber-sumber manusiawi, seperti sumber-sumber selain modal, tidak digunakan secara benar, hasil akhir adalah merugikan dan operasi yang tidak efisien. Jadi, disimpulkan bahwa bila pekerjaan dan lingkungan kerja tidak mendukung kebutuhan pegawai, para pegawai menahan tenaganya dan ini, pada gilirannya, membawa implikasi pada kerugian efektivitas organisasi.
Objektivitas
Supervisor harus berhati-hati tidak hanya mencegah menetapkan “anak emas” di antara pegawai, tapi juga mencegah hal seperti itu. Objektivitas adalah satu dari kualitas yang sangat penting yang harus dikembangkan oleh supervisor, bila sekali dikembangkan, dia akan mengatasi kelemahan lain di dalam kemampuan supervisor dan sifatnya.
Satu dari alat yang efektif untuk menghilangkan favoritisme dari supervisor tidak disukai. Seperti kebijakan menjalankan kekuasaan oleh eksekutif rendahan. Itu menjamin pertimbangan yang adil bagi setiap pegawai. Pegawai harus diberi hak untuk mendengarkan dan keputusan terakhir terserah pada komite, tidak pada supervisor.
Di antara alat-alat lain untuk mencegah favoritisme adalah distribusi jumlah kerja yang wajar dimana setiap pegawai harus menyelesaikan dan evaluasi secara periodik bagi setiap pegawai dengan laporan bagi setiap pegawai yang dievaluasi.
Konsultasi
Seorang supervisor hendaknya bersedia berbicara dengan para pegawai di dalam atau di luar perusahaan. Beberapa perusahaan yang tidak dapat menyediakan seorang staf konsultan psikologis memerlukan hubungan dengan seorang spesialis konsultan di bidang industri.
Supervisor-supervisor kantor hendaknya berjaga-jaga mencatat setiap emosi yang mengganggu di antara para pegawai dalam departemen-departemen mereka. Para supervisor hendaknya mengawasi gejala-gejala kesulitan-kesulitan emosi, seperti perubahan pola tingkah laku para pegawai, tanggung jawab supervisor kantor adalah menolong para pegawai mengenali kelemahan-kelemahan mereka dan mendorong mereka untuk mencari bantuan ahli yang cocok sebelum mereka dipecat dari perusahaan. Di dalam konsultasi, para supervisor hendaknya mendengarkan dengan cara yang simpatik untuk memahami masalah pegawai dan mempelajari mengapa masalah-masalah ini mempengaruhi produktivitas mereka. Para supervisor hendaknya tidak berpera sebagai psikologis. Masalah-masalah emosi bawahan bukanlah tanggung jawab supervisor, kecuali masalah-masalah tersebut mempengaruhi kinerja kegiatan.
Apabila para pegawai mencari bantuan bagi hal-hal yang menyangkut kegiatan mereka, para supervisor hendaknya merasa bebas menyampaikan pandangan dan rekomendasi. Para supervisor mempunyai sebuah tanggung jawab untuk menyediakan pegawai mereka petunjuk tidak hanya sesuai dengan kinerja standar tapi juga bagaimana mendapatkan ketrampilan dan ilmu.
Penghargaan atas Kinerja
Di dalam menghargai kinerja bawahan, supervisor harus mengukur sejauh mana para pegawai telah melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan. Penghargaan yang konstruktif atas kinerja pegawai adalah alat yang berharga yang dapat digunakan oleh supervisor kantor untuk memperkuat hubungan atasan – bawahan.
Dalam manajemen berdasarkan sasaran, sasaran ditetapkan lebih dahulu bagi setiap area dimana kinerja dan hasil-hasil secara langsung dan amat mempengaruhi keberlangsungan perusahaan. Di dalam penggunaan MBO (management by objectives) dalam penilaian kinerja, bawahan dan supervisor mereka secara bersama-sama sepakat atas sasaran-sasaran praktis yang harus dicapai. Setiap pegawai didorong untuk mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar untuk perencanaan sebagaimana bagi penghargaan dan pengukuran konstribusi mereka dalam memenuhi sasaran-sasaran organisasi. Setiap sasaran secara bersama disepakati juga dievaluasi oleh supervisor selama periode peninjauan kinerja, dan bawahan diberikan kesempatan mendiskusikan setiap masalah yang mungkin mereka temukan pada saat peninjauan kinerja, sasaran-sasaran baru secara bersama-sama disusun untuk periode berikutnya.
Moral
Moral adalah kondisi mental yang menyebabkan para pegawai melaksanakan pekerjaan mereka dengan perasaan puas dan senang. Memperbaiki moral, berakibat pada para pegawai mengerjakan lebih banyak dengan lebih baik dan pada saat yang sama menikmati hidup.
Kecuali jika tingkat moral yang tepat dilakukan, akan muncul ketidakpuasan di antara para pegawai. Perusahaan dan kepentingannya dalam setiap pegawai harus “dijual” pada para pegawai dengan upaya-upaya yang baik dan berkelanjutan yang mempertimbangkan kebutuhan primer dan sekunder manusia.
Kebutuhan Primer. Kebutuhan primer terdiri dari kebutuhan fisik dasar (makanan, air, pakaian, tempat tinggal, istirahat, udara, dll) dan kebutuhan rasa aman (keamanan, perlindungan terhadap bahaya fisik dan masalah).
Rasa aman dalam kerja. Para pegawai haruslah mengetahui pekerjaan mereka adalah permanen dan bahwa mereka akan diberikan penghasilan dasar dengan tambahan berdasarkan kinerja, kemungkinan promosi, dan senioritas.
Satu dari alat yang paling efektif untuk meningkatkan moral dan memenuhi kebutuhan pegawai bagi keamanan kerja adalah menjadikan tujuan dan motif perusahaan jelas bagi pegawai dan menjaga mereka mendapatkan informasi kondisi-kondisi yang mempengaruhi perusahaan.
Kepentingan yang utama adalah perlunya memajukan upah yang adil dan seragam dan tingkatan gaji. Tingkatan upah bagi setiap kompensasi kerja haruslah tertulis, dimana para pegawai mengetahui sepenuhnya bahwa mereka dapat meningkat di dalam klasifikasi yang ditetapkan.
Keamanan pribadi. Ada sejumlah kemungkinan dalam hidup. Di antara kemungkinan-kemungkinan ini adalah kesehatan, pekerjaan, pensiun, dan kematian seorang pegawai. Perusahaan-perusahaan bisnis mencoba mengenali kemungkinan-kemungkinan ini dan melakukan apa yang mereka dapat lakukan untuk mengukur situasi pegawai mereka.
Kebutuhan Sekunder. Kebutuhan-kebutuhan ini terdiri dari cinta, penghargaan, dan aktualisasi diri. Pola kehidupan berbeda dari satu pegawai dengan pegawai lainnya, supervisor tidak dapat menetapkan bahwa hanya satu pendekatan yang dapat digunakan untuk me motivasi semua bawahannya bagi pencapaian sasaran perusahaan.
Cinta. Para pegawai haruslah mengetahui dan melaksanakan kepentingan pekerjaan mereka dan kerja mereka untuk perusahaan. Supervisi yang buruk menyebabkan para pegawai kehilangan identitas mereka dan menciptakan perasaan kurang diperhitungkan.
Pekerjaan dan masa pelayanan yang luar biasa harus diketahui oleh supervisor apabila kebutuhan cinta dan rasa kasih sayang harus dipenuhi. Beberapa perusahaan lebih menyukai pembayaran bonus. Perusahaan yang lain menggunakan penilaian jasa. Perusahaan lain menyukai sistem insentif upah. Apapun sistemnya, rencana bonus atau insentif harus secara adil dikembangkan dan diolah.
Lamanya masa pengabdian umumnya diketahui dari kenaikan penghasilan tahunan atau bonus tahunan yang bertingkat sesuai lamanya masa kerja.
Penghargaan. Kebutuhan ini ditunjukkan oleh para pegawai dalam keinginannya untuk berkompetensi, prestasi, dan kebebasan berpendapat, dan mengejar status, dan reputasi di pandangan yang lainnya.
Pernyataan diri. Kesempatan untuk mencapai potensi penuh seseorang adalah bagian dari pengembangan pribadi pegawai. Dapat dirasakan bahwa para pegawai kantor membawa aspek diri mereka ini ke dalam pekerjaan mereka dan mereka menginginkan kerja dan pengalaman bekerja yang akan memberikan kontribusi terpenuhinya aktualisasi diri ini.
Walaupun uang adalah motivator tertua dan sebagian besar perusahaan lebih mengandalkan pada penghasilan dan keuntungan pegawai, para pemikir modern menganggap motivasi dengan memberikan banyak uang sama dengan memberikan heroin – dimana pemberian yang lebih banyak akan menurunkan produksi dan menurunkan pengaruhnya.
Pemikiran terakhir mengenai motivasi termasuk perkiraan bahwa orang-orang ingin melakukan pekerjaan yang baik akan tetapi mereka memerlukan tantangan. Herzberg percaya bahwa satu-satunya cara untuk memotivasi pegawai adalah dengan memperkaya pekerjaan mereka – memberi mereka tantangan dan pekerjaan yang menarik dimana mereka dapat memikul tanggung jawab. Dengan alat memperkaya pekerjaan, sebuah pekerjaan akan dibentuk kembali – dengan tanggung jawab dan kewenangan yang lebih tinggi dan berisikan tantangan yang lebih banyak sehingga setiap individu mempunyai kesempatan untuk berprestasi, mendapatkan pengakuan dan berkembang yang menjadikan sebuah pekerjaan memberikan kepuasan dan pengalaman yang penuh manfaat dimana dia dimotivasi untuk berkinerja lebih baik.
Komunikasi antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi dianggap tidak hanya sebagai media penyampaian informasi tetapi juga sebagai alat untuk menggambarkan kebutuhan-kebutuhan psikologis, motif-motif, dan perasaan, dimana seringkali adanya konflik dengan pernyataan pesan lisan.
Komunikasi antar pribadi membantu memotivasi orang-orang untuk melaksanakan pekerjaan mereka dengan cara yang paling efisien.
Jenis-jenis informasi yang ditekankan pada program komunikasi yang efektif dari manajemen kepada pegawai adalah sebagai berikut :
- Semua Informasi mengenai perusahaan dan prospek masa depan.
- Kompensasi, manfaat-manfaat, dan pelayanan bagi pegawai.
- Ketentuan-ketentuan, kebijaksanaan, dan program-program perusahaan.
- Promosi dan kesempatan-kesempatan untuk pelatihan dan kemajuan.
- kegiatan-kegiatan khusus dan hal-hal lain.
Dalam komunikasi yang efektif dan program-program yang terkait dengan pegawai, jenis-jenis informasi berikut mengalir secara bebas dari pegawai ke manajemen :
- Kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi pegawai.
- Sikap-sikap pegawai terhadap kondisi kerja mereka.
- Tuntutan-tuntutan pegawai mengenai pekerjaan mereka.
Hendaknya selalu diingat bahwa komunikasi adalah sebuah proses emosi dan sangat pribadi. Dalam banyak hal adalah mungkin kekurangan komunikasi yang baik bukan terlibat pada media atau mekanisme komunikasi, akan tetapi pada komunikator. Komunikator harus menyadari tidak hanya mengenai media komunikasi, tapi juga, dan mungkin yang lebih penting, adalah dengan reaksi emosional, sikap, dan perasaan pegawai, yang memainkan peranan penting dalam program pengembangan komunikasi.
Menyediakan komunikasi dua arah. Beberapa media digambarkan dalam paragraf berikut.
Pertemuan-pertemuan kelompok kecil. Pertemuan-pertemuan resmi dengan para manajemen menengah, supervisor, dan para pegawai hendaknya dijadwalkan secara berkala untuk menyampaikan pentingnya jalur-jalur komunikasi yang tetap terbuka. Dalam pertemuan-pertemuan kelompok kecil difasilitasi komunikasi dua arah, bagi pegawai dapat menyampaikan pertanyaan-pertanyaan dan didiskusikan secara bebas.
Publikasi. Publikasi-publikasi perusahaan digunakan untuk menjaga agar para pegawai mendapatkan informasi mengenai operasi, rencana-rencana dan perubahan-perubahan di dalam perusahaan.
Papan Pengumuman. Papan pengumuman digunakan hampir oleh semua perusahaan sebagai alat agar pegawai selalu mendapatkan informasi. Agar menjadi alat komunikasi yang paling efektif, haruslah cukup tersedia sejumlah papan-papan pengumuman untuk menarik perhatian semua pegawai, komunikasi harus tetap terbaru, dan baik manajemen maupun para pegawai haruslah terus menerus didorong untuk menggunakan papan-papan tersebut.
Banyak perusahaan menggunakan rak-rak informasi dengan berbagai macam buletin yang memberikan informasi kepada para pegawai mengenai detail operasi-operasi perusahaan dan menggarisbawahi filosofi dan kegiatan ekonomi perusahaan.
Sistem Saran Pegawai. Sistem saran pegawai digunakan baik di dalam bisnis maupun kata-kata pemerintah sebagai sebuah alat untuk membangun moral yang lebih baik di antara pegawai kantor, agar para pegawai berpikir lebih sungguh-sungguh mengenai pekerjaan mereka, dan sebagai alat komunikasi kantor antara para pegawai dan manajemen.
Umumnya semua pegawai dapat berpartisipasi dalam sistem saran.
Proses dan investigasi rutin terhadap saran yang dimasukkan berbeda-beda pada masing-masing perusahaan. Saran mungkin di dalam “amplop tertutup” dialamatkan kepada komite saran dan diletakkan di dalam kotak saran atau dikirim ke komite.
Saran-saran harus segera ditangani oleh komite sehingga para pegawai mendapatkan informasi mengenai apa yang terjadi segera saran dikirimkan.
Perusahaan harus menunjukkan penghargaannya terhadap saran yang diselesaikan dengan memberikan sejumlah publisitas dan penghargaan terhadap semua ide-ide yang diterima.
Keluhan dan Pengaduan. Bila perusahaan mempunyai kontrak dengan serikat pegawai, ketentuan-ketentuan khusus untuk menangani keluhan tersedia di dalam kontrak. Bagi yang kantor tanpa serikat pegawai yang tak mempunyai pengaturan resmi untuk menangani keluhan pegawai, prosedur pasti harus disediakan bagi penyelesaiannya sebagai berikut :
- Para pegawai harus menyatakan keluhannya kepada supervisornya.
- Bila keluhan tidak terselesaikan, keluhan itu harus disampaikan kepada eksekutif atau komite yang terpilih untuk menangani keluhan pegawai.
- Ketetapan perlu dibuat bagi sebuah badan pendamai mungkin seorang wakil dari departemen kepegawaian atau eksekutif dari industri terkait, yang tujuannya adalah mengajak kedua pihak bersama-sama.
- Jalan terakhir adalah menggunakan penengah, apabila kedua pihak tidak bersepakat.
Pemutusan Kerja Pegawai Kantor
Walaupun pemecatan bukanlah tugas yang menyenangkan bagi supervisor kantor, apabila dilaksanakan secara manusiawi, supervisor dapat menciptakan organisasi yang lebih baik dalam jangka panjang.
Dasar pemecatan setiap pegawai adalah adanya prosedur pemutusan kerja yang dirancang dengan baik yang memuaskan perjanjian dengan serikat pegawai dan peraturan pemerintah.
Pemecatan seorang pegawai kantor tidak boleh terjadi tiba-tiba pada pegawai. Mendahului sebagian besar pemutusan tugas, pegawai telah diperingatkan terlebih dahulu dengan alat penilaian kinerja secara berkala dan dalam pertemuan-pertemuan dan sesi-sesi konsultasi dengan supervisor.
Adalah penting bahwa wawancara pemutusan kerja dirancang dengan hati-hati dan diselenggarakan secara rahasia. Selama wawancara pemutusan kerja, kinerja pegawai dibandingkan dengan apa yang diharapkan haruslah secara objektif dan secara jujur ditinjau ulang, dan harus dinyatakan tentang kegagalan pegawai memenuhi tujuan-tujuan perusahaan. Selama wawancara pemutusan kerja, supervisor harus menghindari keterlibatan dengan pegawai secara emosi, secara pribadi menghina mereka, atau mencela dengan kasar kualitas pribadi yang di luar tanggung jawab pegawai.
Etika dan Sistem Nilai
Bimbingan atau kebijakan pribadi untuk tingkah laku harian, seperti kebijakan hubungan kerja, dibutuhkan di dalam kantor, untuk menangani secara efektif, supervisor harus menyesuaikan caranya untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi berdasarkan sistem nilai orang-orang yang harus melibatkan pekerjaannya.
Etika. Adalah studi sistematis yang merupakan bagian dari ilmu dasar filosofi yang berhubungan dengan moral, kewajiban dan pendapat.
Di dalam setiap sesi wawancara, para eksekutif kantor dan bisnis ditanya untuk mempertimbangkan etika dan moralitas mengenai beberapa praktek perkantoran yang dipertanyakan.
Inspirasi bagi tingkah lalu etis harus berasal dari manajemen puncak, disaring ke bawah melalui manajemen menengah, dan menembus organisasi bisnis. Supervisor mempunyai tanggung jawab sosial untuk menetapkan seperangkat contoh yang baik bagi para pegawai. Tingkah laku etis dan moral supervisor, sebagai pemimpin, harus timbul diatas kebutuhan dan motif pribadi.
Dalam berkomunikasi dengan atasannya, supervisor harus bekerja keras untuk melaporkan semua fakta secara jujur, akurat, dan objektif.
Dasar tingkah laku etis dan moral adalah kesetiaan. Bila supervisor kantor tidak setia pada wewenang perusahaan mereka, mereka akan masuk dalam sebuah posisi yang bertentanganl, yang pada gilirannya menghalangi mereka untuk setia pada diri mereka sendiri atau perusahaan mereka.
Sistem Nilai. Sebuah sistem nilai dapat dianggap sebagai gabungan moral seseorang dan persepsi sosial sejumlah hal yang diinginkan atau bernilai. Bila para pegawai kantor dapat memandang kehidupan pekerjaan mereka sebagai kontribusi nyata tidak hanya pada rekan sekerja mereka dan perusahaan tetapi juga pada masyarakat, mereka mungkin menemukan kesempatan untuk memuaskan kebutuhan cinta, penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Banyak pegawai, sebagai akibat peningkatan pendidikan dan status ekonomi, sebagian menemukan bahwa mempunyai pekerjaan yang menyenangkan adalah sama pentingnya dengan manfaat ekonomi yang diperoleh dari pekerjaan.
Diantara kesengsaraan yang dinyatakan oleh pegawai “kerah putih” adalah sebagai berikut :
- Perkantoran seringkali adalah seperti pabrik, dengan pekerjaan yang terpotong-potong dan secara mutlak berdiri sendiri.
- Untuk sejumlah pekerjaan baru, hanya sedikit perbedaan di antara mereka kecuali posisi mereka.
- Pekerjaan-pekerjaan seperti operator komputer dan kelompok pengetik sangat mirip dengan jalur perakitan mobil.
- Meningkatnya pertumbuhan ukuran organisasi yang memperkerjakan sebagian besar pegawai kantor memberikan pegawai tata usaha kepribadian yang sama yang dialami pegawai kerah biru dalam pabrik.
- Kehadiran pegawai diakui hanya ketika kesalahan-kesalahan dibuat atau peraturan-peraturan dilanggar, dan
- Pekerjaan-pekerjaan kerah putih di tingkat bawah di pemerintahan atau di industri, secara tradisi dipegang oleh lulusan sekolah menengah, dan sekarang diberikan pada yang mempunyai ijazah perguruan tinggi.
Sebagian besar ketidakpuasan terhadap kandungan kerja dan gaya supervisor yang dinyatakan di antara pegawai kerah putih disebabkan oleh ketidaksepadanannya nilai-nilai. Manajemen harus berusaha memahami sistem nilai orang lain dan melibatkan mereka di dalam merancang sistem-sistem dan prosedur yang harus diikuti. Daripada berusaha memahami gabungan nilai-nilai pegawai, manajemen akan lebih baik melibatkan perwakilan pegawai di dalam mendisain sistem, prosedur, dan kerja. Tidak hanya hal-hal ini akan membuat peralatan produksi lebih efisien, tetapi orang-orang pada semua tingkatan (tingkatan organisasi dan eksistensi psikologis) dapat mengambil manfaat dari kesempatan untuk menghadapi, memahami, dan belajar menerima sistem nilai orang lain.
No comments:
Post a Comment