Penjara Glodok Jadi Pertokoan Harco
Foto 1910 atau satu abad lalu memperlihatkan penjara Glodok, Jakarta Kota. Para narapidana tengah mengerjakan kerajinan. Mereka diawasi dua orang sipil penjara di kiri kanan yang memakai peci dam berpakaian putih. Di manakah letak penjara Glodok tempo doeloe? Sulit dipercaya kini tempat itu berdekatan dengan pertokoan Harco, pusat perdagangan elektronik terbesar di Jakarta.Di masa itu, penjara Glodok merupakan tempat menakutkan. Menurut keterangan, Bung Hatta pernah ditahan di sana. Ia dituduh menghasut rakyat untuk melawan Belanda pada 1930-an saat berpidato di Hotel Des Indes (kini pertokoan). Ia kemudian dibuang ke Boven Digul, Papua, tempat pengasingan yang menakutkan. Seperti terlihat di foto, bagaimana ketatnya pengawasan terhadap gerak-gerik para narapidana di penjara itu. Pada 1911, Serikat Islam (SI) lahir di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto.
Organisasi tersebut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan melakukan aksi-aksi pemogokan di berbagai tempat. Para pemuda SI terutama dari kelompok kiri membentuk sebuah Komite Aksi Pemberontakan. Pada 12 November 1926, penjara Glodok diserbu pemberontak yang jumlahnya sekitar 200 orang. Mereka bergerak dari daerah Karet (Tanah Abang). Sementara itu, rombongan lainnya dari Mangga Dua, Jakarta Kota.
Dalam penyerbuan ke penjara Glodok, mereka bersenjatakan golok, pisau, belati, dan sebagainya. Bahkan, ada yang membawa pistol. Mereka menyerang di malam hari waktu Bioskop Orion yang letaknya berdampingan penjara bubar. Mereka berusaha merusak dan membuka pintu penjara untuk membebaskan para narapidana.
Pertempuran kemudian meluas dan terjadi di Meester Cornelis (Jatinegara). Berdasarkan catatan 4 November 1926, pemberontak yang ditawan pasukan Belanda berjumlah 300 orang. Banyak di antara mereka yang di-'Digul'-kan. (Sugiman MD, Jakarta dari Tepian Air ke Kota Proklamasi).
Sampai 1960-an, tepat di sebelah penjara Glodok, terdapat Markas Polisi Seksi II, yang kini juga bagian dari pusat perdagangan Harco. Di pelataran Harco, terdapat para pedagang VCD dan DVD. Banyak di antara mereka menjual produk-produk bajakan dan porno. Pembajakan yang sulit diberantas telah merugikan negara, pencipta, penyanyi, dan produsen. Padahal, letaknya berdekatan dengan kantor polisi.
Dalam sejarahnya di masa VOC, Glodok yang dijuluki China Town atau Pecinan, merupakan kawasan di luar tembok Kota Batavia. Glodok sekarang bukan hanya dikenal sebagai pusat perdagangan elektronik bahkan lebih dari apa yang masyarakat opinikan tentang keberadaan kawasan ini. Wilayah ekonomi yang tak henti memompa denyut Ibu Kota. Di sinilah saat tempo doeloe para konglomerat Cina berjaya berkat kegigihan mereka di bidang perdagangan dan ekonomi. Konon, sampai tahun 1960-an, sebagian besar uang yang beredar berada di Glodok.
Di Glodok kontemporer, kita masih dapati para sinshe dan importir obat-obat Cina, wihara, atau klenteng yang selama ratusan tahun masih berdiri dengan megah. Warga Tionghoa yang sukses dalam bidang perdagangan, kecuali berdagang di sini, telah menjauhi Glodok sebagai tempat tinggal. Mereka memilih tinggal di kawasan elite, seperti Pluit, Ancol, Sunter, dan Pondok Indah.
No comments:
Post a Comment