Sewaktu Korea Selatan memutuskan memilih teknologi telekomunikasi nir kabel antara CDMA atau GSM pada sekitar tahun 1990 dulu, mereka memikirkannya dengan sangat serius dan memakan waktu berbulan-bulan. Mereka menimbang plus dan minus dari setiap pilihan…
Dan akhirnya anda tahu semua, bahkan pada akhirnya Korea Selatan memutuskan untuk memilih CDMA sebagai teknologi telekomunikasi nir kabel yang diputuskan sebagai standar di negara itu. Untuk itu mereka bekerja sama dengan Qualcomm, sebuah perusahaan kecil (jumlah pekerja di tahun 1985 hanya 8 orang !!) sebagai pemilik patent dari CDMA itu, untuk mengembangkan serangkaian produk cellular phone yang akan digunakan di Korea Selatan. Konon Qualcomm menerima dana fee patent dari digunakannya teknologi CDMA oleh Korea Selatan sebanyak USD 25 juta (sekitar Rp 250 Milyar) yang merupakan jumlah uang yang besar di waktu itu, untuk sebuah perusahaan yang kecil seperti itu..
Waktu saya berkunjung ke Korea Selatan selama 2 bulan di tahun 2001 dengan dana dari Bank Dunia, seluruh penduduk Korea Selatan sudah aktif menggunkan HP berteknologi CDMA. Beda CDMA dengan GSM agak rumit dijelaskan untuk orang awam, tapi keunggulan CDMA adalah laju panggilan yang sukses (“successful call rate”) yang tinggi dibandingkan dengan GSM. Di gedung-gedung bertingkat, di terowongan subway bawah tanah, sampai terowongan yang menembus gunung, penduduk Korea Selatan masih bisa menggunakan HP CDMA-nya dengan lancar-lancar saja..
Baru pada tahun 1995 kira-kira, HP CDMA mulai membanjiri pasar Indonesia umumnya dan Jakarta khususnya. Dimulai dengan iklan “Haree geennneee masih pakai pisang” oleh Daniswara, sejak itu penggunaan CDMA di Indonesia pelan-pelan sudah menggeliat dan bangkit. Walaupun sulit 100% menggantikan enaknya HP GSM, namun HP CDMA sudah banyak digunakan oleh siapa saja untuk berkomunikasi dengan “HP kedua”. Artinya, kebanyakan orang sekarang terutama di kota-kota besar, selain punya HP “official” berteknologi GSM juga sudah mempunyai HP “unofficial” berteknologi GSM. Terutama untuk orang-orang di kalangan IT karena menyambung laptop ke internet via HP CDMA jauh lebih simpel dan murah daripada jika menggunakan HP GSM…
Di rumah saya, anak saya Ditta yang sekolah di ITB mulanya menggunakan HP GSM menggunakan kartu Simpati. Pada saat Simpati sudah terlalu mahal untuk kebanyakan mahasiswa ITB yang pada umumnya berkantong cekak, maka anak saya menggunakan kartu Indosat IM3. “Semua anak ITB sekarang menggunakan IM3 pah karena ongkos sms antar IM3 murah cuman Rp 150″, kata anak saya Ditta sekitar tahun 2005. Setahun kemudian, anak saya sudah bisa membeli HP CDMA termurah di BEC Bandung seharga Rp 300 ribuan. “Sekarang kebanyakan anak ITB menggunakan Esia pah”, kata anak saya Ditta di tahun 1996. Akhirnya kartu Simpatinya terpaksa “dimatikan” walau sudah ikut “Simpatizone” karena tidak kuat merawat karena ongkosnya amat mahal…
Ya udah, whatever you say nduk !!!
Sejak itu, saya kalau sms anak saya Ditta di Bandung harus ke kedua HPnya, ya ke GSMnya, ya ke CDMAnya. Esia rupanya cukup populer di Bandung. Anak sulung saya Dessa yang sudah kerja di sebuah perusahaan asuransi terkenal di bilangan Menteng menggunakan HP kedua CDMA juga, tapi kartu yang dipilihnya adalah StarOne. “Soalnya di Balikpapan kartu CDMA yang ada cuman StarOne pah”, alasan anak saya Dessa ketika saya menanyakan mengapa ia milih StarOne. Alasan yang bisa diterima, karena teman dekatnya yang sekarang bekerja di Balikpapan juga menggunakan StarOne..
Isteri saya yang sering tinggal di kota Malang karena sedang mengambil S3 bidang Ilmu Hukum di kota itu mengatakan, bahwa kebanyakan orang Malang menggunakan CDMA dengan kartu Flexi. “Hampir semua orang Malang menggunakan kartu Flexi”, jelas isteri saya…
Jadi, harap dimaklumi bila sampai pada detik ini saya belum punya HP kedua yang berbasis teknologi CDMA. Habis beli HPnya mungkin jauh lebih mudah, tinggal pergi ke Mal Roxy Mas, atau Mal Ambasador favorit saya, atau ke Mal PG sebelah rumah, gampang ! Tapi memilih antara Esia yang bisa komunikasi dengan anak saya Ditta di Bandung, atau memilih StarOne yang bisa komunikasi dengan anak saya Dessa di Jakarta, atau memilih Flexi yang bisa komunikasi dengan isteri saya yang sedang belajar di Malang, itulah yang sulit…
Masak saya harus beli tiga HP CDMA yang masing-masing berkartu Esia, StarOne dan Flexi ?
Yang jelas, dengan menggunakan CDMA anak saya dengan leluasa bertelpon-telponan dengan teman dekatnya berjam-jam….sampai saya bosan dengernya. “Lha wong cuman bayar Rp 2000 selama satu jam”, kiat anak saya Dessa…
Wallah !!!! CDMA = Cara Dahsyat Menelpon Anak dong !!
Sumber : Dosen saking Binus, TW
No comments:
Post a Comment