Wednesday, October 28, 2009

makan, doa, cinta

Once upon a time...

Cerita ini berawal dari perjalanan seorang anak perantauan,Traeh, di beberapa daerah yang tak pernah dibayangkannya.

Terlahir dari sebuah keluarga di Desa Kamp, anak kecil berusia 6 tahun ini mulai berangkat ke sekolah dengan sepeda kesayangannya. Di jalan, ia bertemu dengan beberapa temannya yang bergerombol berjalan kaki menuju sekolah.
Pagi yang cerah menemani saat perjalanannya hari itu. Sesampai di sekolah, disandarkannya sepeda kesayangannya di dekat sepeda motor guru-gurunya. Tampaknya, beberapa temannya sudah bersiap-siap untuk upacara bendera pagi itu.
Setelah meletakkan tasnya di kelas, iapun beranjak menuju lapangan upacara bendera. Tak lupa ia membawa topi dan dasinya yang merah.

Seperti biasanya, ia mulai mengatur teman-teman kelasnya karena tanggung jawabnya sebagai ketua kelas. Tetapi pagi itu, karena pemimpin upacara tidak bisa hadir, dialah yang memimpin upacara bendera. Setelah dia merapikan barisan, diapun menuju tempat pemimpin upacara. Dia dengan seksama mengikuti upacara dan akhirnya, upacara bendera itupun selesai. Iapun kembali ke kelas. Sambil menunggu guru memasuki ruangan kelas, ia pun bersenda gurau dengan teman-temannya. Tak lepas dari pandangannya, seorang teman wanitanya yang sangat dia kagumi. Diapun bergegas menghampirinya dan mengajaknya bicara. Tak lamapun, dia kembali duduk ke bangku sesaat guru memasuki kelas. Berselang 3 bulan, diapun lulus dari sekolah itu dengan meraih juara umum nilai EBTANAS tertinggi. Tak sia-sia perjuangannya setiap pagi, belajar dan minum segelas susu. Ternyata, dari pengalamannya itulah, dia menemukan satu demi satu rahasia yang memuluskan masa belajarnya hingga ke bangku pendidikan dan pekerjaan saat ini.

Setelah dia mendengar kabar gembira tersebut, orang tuanya tak kalah gembira karena keberhasilannya. Adiknya juga merasa senang. Dia pun mendapatkan penghargaan berupa piagam dari sekolahnya. Karena hal tersebut, dia membulatkan tekadnya untuk sekolah di kota Papin. Di sini, pergaulannya mulai berkembang dan bertemu dengan suasana kota yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Di sini, ia mulai belajar bahasa Inggris yang sudah lama diidam-idamkannya. Alhasil, tiga tahun berjalan dengan baik dan iapun lulus dari bangku sekolah menengah tersebut. Dia tidak berkecil hati karena teman-temannya yang banyak menggunakan sepeda motor dan mobil mewah. Dalam hati kecilnya, dia hanya mengikat satu doa,"Semoga akupun mendapatkannya dengan jerih payahku nanti". Doa inipun masih dibawanya sampai dia beranjak kuliah. Perjuangan orang tuanya dihargai dengan prestasi sekolah dan kegiatan yang baik.

Setamat dari bangku sekolah menengah atas, diapun beranjak memasuki pendidikan tinggi di kota NEA. Di sinilah, pikirannya semakin diasah dengan beragam situasi lingkungan budaya dan pendidikan yang sangat beragam.

Di sini juga, keinginannya untuk menjadi 'orang' semakin besar. Perkataan temannyalah yang membuatnya dia menyalakan api itu sampai sekarang. Terima kasih untuk teman yang sudah berhasil di benua sana. Bantuan mu saat itu sangatlah berarti. Tak akan terlupakan walau sampai nanti tiba waktunya kita bertemu. Sesuai janjinya, dia akan bertemu temannya suatu saat, kala dia telah menamatkan pendidikan nya di sana. Memang menunggu adalah proses yang sangat membosankan, tetapi hal itulah yang turut menghiasi hidupnya dengan terus menapaki karir dan berkunjung ke beberapa tempat yang sekali lagi tidak ada dalam rencananya. Lagu Elton John yang didengarnya di radio turut memberi semangat tersendiri di hatinya.


Suatu kala dalam masa studinya, dia bertemu dengan seorang calon biarawan. Dia pernah mengatakan pada Treah, hidupmu akan diuji hingga saatnya engkau siap untuk melihat di balik semua permasalahan hidupmu. Jagalah orang yang kau temui dengan doa-doa pribadimu, karena semua orang membutuhkan dukungan dibalik kehidupannya.
Pada awalnya, seorang anak perantauan, tidaklah gampang untuk mengerti untaian kata yang sangat bernuansa filosofis tersebut.
Lima tahun dia belajar disana, dia bertemu dengan orang-orang yang dianggapnya aneh. Diapun berpikir, kenapa harus bertemu dengan mereka? Apakah inilah yang dikenal dengan fenomena Black Swan?
Dengan bahasa paralinguistiknya, dia pun belajar bersahabat dengan mereka yang terus menanamnya dengan bahasa tingkat tinggi tersebut.
Sempat dia terpikir, seberapa banyak orang yang dapat menari di ujung jarum?

Diapun heran karena dari mana munculnya hal tersebut, dia pun tak pernah mengetahuinya. Agaknya diapun tak menyadari kapan hal itu mulai melekat dalam dirinya. Temannya yang baik mengatakan, setiap orang dianugerahi dengan mata hati, mata batin, dan mata ketiga.
Mata hatimu akan berbicara yang sesungguhnya.Perasaanmu tidak bisa disandingkan dengan mata hatimu. Perasaanmu akan menuntunmu ke bermacam-macam tingkat emosi. Mata hatimu bisa melihat dengan sangat baik walau tak mendengar. Mata Batinmu akan membimbingmu dalam kebijaksanaan dalam memilah yang baik dan tidak baik. Yang sejatinya baik, tidak akan tertutup apapun di dunia ini. Mata ketigamu adalah anugrah kesetiaanmu. Dia adalah sebuah penuntun mu dalam menjaga dirimu di dunia. Berbahagialah yang memilikinya. Kedamaian akan dimilikinya dalam setiap perkara.
Apa lagi hal-hal tersebut? Pikirannya semakin ditempati dengan sepasukan kata-kata asing tak bertuan.
Saat bertemu dengan masalah, dia pun bertanya, seberapa besar peranan tersebut. Anehnya, dia tidak bisa menjelaskannya, tetapi benar adanya jikalau yang disampaikan kata-kata tidak bisa mewakili semua yang ada.

Di bulan ketiga, dia bertemu dengan kesabarannya. Dia harus berjuang mencari pemenuhan untuk biaya studinya. Disinilah dia memulai pertemuan tak terduganya dengan para pencari beasiswa. Begitu cepat waktu berlalu. Dengan bantuan beasiswa di bangku kuliahnya telah mengantar dia mendapatkan bantuan belajar dari Belanda. Hal ini sangat meringankan beban keluarganya. Ingin rasanya mengulang kembali masa-masa dulu. Tapi tak terucap kata. Waktu terus berjalan, dia pun terus mendapatkan kemudahan dan kelancaran dalam masa studinya. Gitar pertamanya merupakan teman terdekat di dunia musik dan terus dibawanya hingga saat ini. Hatinya telah terpaut suka dengan perjalanan hidup seorang mahasiswa. Dengan dukungan keluarga dan seorang Romo Jesuit, diapun menyelesaikan masa studinya dengan lancar. Semua berkat doa dan rencanaNya.
Disinilah, dia bertemu pujaan hatinya yang pertama. Warna-warni hidupnya terus terlukis dengan ucapan syukur dan berkat. Hingga tiba waktunya, iapun menamatkan studinya sebagai lulusan pria terbaik di almamaternya.

Perjalanannya kini memasuki babak baru...

Setelah lima tahun berjuang, dia akan memilih jalan hidup terberat. Mengabdi kepada dunia atau kepadaNya.

Memilih memang tidaklah mudah dan membutuhkan proses dalam perjalanannya. Keyakinan pun akan diuji, bukan oleh masalah-masalah hidup, tetapi ada yang lebih penting di baliknya. Semua yang kita terima akan kita lepas semua di dunia ini. Itulah keyakinannya, kecuali kebaikan hati dan hidup kita yang akan kita bawa selalu, tak terbatas waktu. Mendapatkan dukungan untuk terus berjalan adalah anugrah. Kemalangan dan kesukaan, kedukaaan dan kegembiraan, itulah potret yang akan selalu ditemui. Kehilangan sesuatu tidaklah sebesar artinya dengan kehilangan keyakinan. Doa adalah kekuatan yang sering tertinggal dan terhimpit oleh dunia. Cinta adalah buah doa yang sering diagungkan namun tak ada yang pernah bertemu dengannya dalam duka. Siapakah pasangan cinta?

















No comments: