Sunday, January 16, 2011

Mahasiswa UNS Buat Alat Deteksi Gempa Seharga Rp.50.000



Siapa bilang teknologi canggih harus mahal. Buktinya, hanya dengan modal Rp50.000, tiga mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berhasil menciptakan sebuah alat pendeteksi (detektor) gempa yang terbilang canggih.

Detektor ini berhasil memenangi juara 1 Kompetisi Rancang Bangun 2010 tingkat nasional yang berlangsung 22-23 Oktober 2010 di Universitas Udayana, Bali.

Alat deteksi gempa itu dibuat oleh Tatang Kukuh Wibawa, Ali Zakaria, dan Fitrianto. Alat yang terdiri dari rangkaian alarm lengkap dengan relay, speaker kecil, dan stop kontak ini dihubungkan sebuah gelang besi dan bandul dari kelereng berbalut kawat tembaga sebagai sensor gerak. Listrik alat ini bersumber dari baterai 9 volt.

Detektor ini pada prinsipnya bertumpu pada bandul besi yang akan bergetar akibat guncangan gempa. Jika getaran gempa cukup besar, bandul tersebut akan menyentuh lempengan yang berbentuk lingkaran (ring) yang dipasang di sekitarnya.

Persentuhan bandul dengan ring yang disambungkan dengan sistem relai listrik itu akan langsung membunyikan alarm yang dipasang pada sistem rangkaian detektor.

Dalam penjelasannya, pada 24 November 2010, Kukuh mengatakan cara kerja alat ini sangat sederhana. Alat yang cukup dipasang pada dibawah kolom bangunan atau pada pojok sambungan antardinding bagian atas akan berfungsi jika ada getaran dan memicu alarm.

“Semakin tinggi bangunan, diameter gelang juga akan semakin besar. Setiap daerah tidak sama karena muka dan percepatan tanah berbeda-beda. Untuk bangunan lantai lima di Solo, diameter gelang sensor sebesar 10 sentimeter,” kata Kukuh menjelaskan.

Mereka memakai studi kasus bangunan lima lantai yang berbentuk kotak. Mereka menghitung simpangan maksimal goyangan akibat gempa pada lantai 1 gedung dan memperoleh angka 11 cm. Angka ini lantas diterapkan pada diameter ring.

”Angka simpangan ini kami reduksi saat menetapkan diameter ring menjadi separuhnya saja. Karena jika dibuat penuh seperti simpangan, berarti rumah sudah roboh. Padahal, kami ingin alat ini sebagai peringatan,” kata Ali.

Detektor ini harus dipasang pada pertemuan balok dan kolom rumah. Menurut Tatang, pihaknya ingin segera mematenkan detektor ini, mengingat nilai pentingnya.

”Setelah dipatenkan, kami berharap pemerintah bersedia mengambil alih untuk produksi massal alat ini agar dapat dipasang di rumah-rumah karena manfaatnya yang besar,” kata Tatang bersemangat.

Saat ini ketiganya berkeinginan mengalibrasi alat dan menguji keandalan alat ciptaan mereka di laboratorium. Alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi percepatan tanah di suatu wilayah dengan memperkecil atau memperbesar diameter ring.

Sumber: MediaIndonesia, Kompas

No comments: