Andreas Raharso: Orang Asia Pertama yang Jadi CEO The Hay Group Global
Pria berusia 44 tahun itu saat ini menduduki pimpinan atau CEO pada sebuah lembaga riset global Hay Group yang berkantor di Singapura. Hay Group sendiri mempunyai jaringan di hampir belahan dunia dan berkantor pusat di Amerika. Klien dari Hay Group ini kebanyakan adalah para pimpinan dunia seperti Amerika Serikat, Perancis dan Inggris.
Jabatan yang diraih Andreas Raharso cukup fenomenal, karena merupakan satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki posisi puncak. Ini adalah hal yang langka karena The Hay Group Global sangat didominasi oleh orang barat, bahkan untuk jabatan lokal seperti general manager di Indonesia.
Hay Group merupakan perusahaan konsultan manajemen global yang bekerja dengan para pemimpin untuk mengubah strategi menjadi kenyataan. Selain perusahaan raksasa dunia, seperti Microsoft dan Unilever, klien Hay Group adalah para pemimpin Negara seperti Kantor Perdana Menteri Inggris dan Jepang, Kantor Presiden Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat. The Hay Group Global sempat dipercaya membantu para menteri Obama dan staff gedung putih untuk lebih efektif berorganisasi dan mengeksekusi strategi di pemerintahan saat ini.
Beliau mendapatkan gelar doktor pada tahun 2007 dari Universitas Indonesia dengan konsentrasi bidang Manajemen. Pria yang kini berkantor di Singapura itu pernah tidak naik kelas waktu SMA.
“Saya tidak pernah malu dengan ini. Ini bisa menjadi inspirasi bagi siapa pun yang pernah gagal, bahwa kunci untuk bangun kembali terletak pada bagaimana Anda melihat kegagalan itu sendiri,” ujarnya.
Terbukti, pencapaiannya di puncak perusahaan konsultan manajemen global yang didirikan pada 1943 ini terhitung singkat. Mantan dekan di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, ini bergabung dengan Hay Group pada Oktober 2008 sebagai konsultan senior.
Pada Maret 2009 posisi prestisius ini berhasil direngkuh penyandang gelar MBA di bidangcorporate finance & management science dari University of Texas at San Antonio, AS, (1993) dan Ph.D pemasaran dari Universitas Indonesia (2007) ini.
Menurut Andreas, jabatan ini diberikan kepadanya karena keberhasilannya membangun pusat riset skala global berdasarkan konsep Open Research yang terdiri dari tiga pilar, yaitu radical collaboration, integrative thinking, serta multi-context and multi-cultural environment.
Konsep ini muncul dari penelitian saya bahwa banyak pusat riset di dunia yang gagal walaupun didukung dana yang besar. “Mestinya, pusat riset dunia dibangun berdasarkan prinsip open mind dan open heart,” katanya. Ia mengklaim, saat ini 85% dari target yang ditetapkan sudah terwujud, bahkan terlampaui.
Singkat kata, prestasi Andreas adalah membangun dan mengendalikan state-of-the-art riset di berbagai belahan dunia lewat markasnya di Singapura. Sebagai gambaran, pusat risetnya melakukan penelitian pada lima bidang: bisnis keluarga (berpusat di Madrid, Spanyol), merger & akuisisi (Paris, Prancis), manajemen performa strategis (Frankfurt, Jerman); peran sentra korporat (London, Inggris) dan transformasi budaya (Boston, AS). Di samping itu, ia memilikicollaborative researchers yang tersebar dari Mumbai (India) sampai Sao Paolo (Brasil).
“Ini bukan hal yang mudah, bukan saja tantangan cultural yang sangat berbeda, tapi juga disiplin ilmu yang berbeda-beda, dan juga perbedaan waktu,” ujarnya.
Sumber: Media Indonesia, SWAsembada
Lihat videonya saat wawancara di Kick Andy:
No comments:
Post a Comment