Sunday, January 16, 2011

Ade Irawan: Pianis Kelas Dunia yang Tunanetra


Terlahir menjadi tunanetra tak membuatMuhammad Ade Irawan, 16 tahun, kehilangan kepercayaan diri. Namun, bukan pula karena memiliki postur tubuh atletis dan wajah nan tampan yang membuatnya bergelora menjalani kehidupan. Meski tergolong amat pendiam, begitu di depan piano, sikap Ade langsung berubah 180 derajat. Dia energetik dan amat ekspresif.

Tak cuma jemarinya yang lincah menari-nari memainkan deretan tuts, dari mulutnya sesekali keluar irama melengking-lengking bak trompet. Ia juga biasa melakukan scatting, yang banyak dipelajarinya dari penyanyi jazz, George Benson.“Dia belajar piano otodidak,” kata Endang Irawan, ibunda Ade.

Ade lahir pada 15 Januari 1994 di Colchester, Inggris. Menurut ayah Ade, Irawan Subagio, Ade mengembangkan bakat musik jazz secara otodidak di Chicago USA. Ia diakui para musikus jazz terkemuka Amerika Serikat sebagai salah seorang pianis jazz terbaik di dunia.

Sejak sekitar usia 3 tahun, ia mulai mengenal musik dan mencoba piano mainan. Pada usia 5 tahun, ia sering diajak menonton jazz dan mendengarkan CD musik jazz. Dalam satu album, setelah mendengarkannya selama setengah sampai satu hari, ia mampu memainkannya semua lagu dalam album tersebut, ungkapnya.

Baru pada usia 6 tahun, Ade kecil mulai bermain keyboard dan piano. Saat Ade berusia 9 tahun, sang tante, Wiwik Mardiana Dewi, mengenalkan anak itu kepada musik jazz. Saat itu Wiwik rajin membawakan kaset-kaset jazz Bobby Chen.

“Saat itulah Ade jatuh cinta pada jazz,” kata Endang. Bakat Ade kian terasah saat Endang bertugas selama 4 tahun di Chicago, Amerika Serikat, sejak 2004. Di kota yang yang memiliki napas jazz dan blues itu, Ade secara reguler manggung di Jazz Links Jam Session di Chicago Cultural Center. Usia Ade saat itu masih 12 tahun.

Dalam kurun 2006-2007, ia juga bermain di panggung festival Chicago, seperti Chicago Winter Jazz Festival dan Chicago Jazz Festival di Millennium Park Chicago. Setiap tahun, dari 2004 hingga 2007, Ade selalu meraih gelar juara pertama lomba cipta lagu antarsekolah di negara bagian Illinois.

Kemahiran Ade membawakan musik jazz mempertemukannya dengan sejumlah “gembong” jazz dan blues di Amerika Serikat, seperti Coco Elysses-Hevia, Robert Irving III, Peter Saxe, Ramsey Lewis, John Faddis, Dick Hyman, Ernie Adams, dan Ryan Cohen.

Ade pun dipercaya sebagai pianis tetap pada acara musik Farnsworth School di Chicago dan pengisi tetap Jazz Links Jam Session (Jazz Institute of Chicago) di Chicago Cultural Center. Berbagai pengalaman itu pula yang menempa permainan jazz Ade hingga seperti sekarang.

Sepulangnya Ade dan keluarga ke Tanah Air pada 2008, Ade pun aktif manggung, antara lain dalam jam sessions Komunitas Jazz Chic’s dan Komunitas Jazz Kemayoran. Ade juga sering manggung bersama Beben dan Agam Hamzah. Kemampuan melakukan jam session diperlihatkan Ade kepada para pengunjung kafe malam itu. Hadirin, yang semula asyik di meja masing-masing, terkesima saat jemari Ade memainkan lagu Breeze In.

Suasana kian hangat saat ia memainkan lagu Spain, yang dipopulerkan Chick Corea. Berikutnya, Ade memainkan dua lagu ciptaannya sendiri, Oleo dan Chicago’s Blues, secara solo. Meski masih muda, Ade tampak penuh empati saat bermain dalam kelompok. Ia tak berupaya menonjol sendiri. Sebaliknya, Ade selalu memberikan peluang kepada pemain drum dan bas untuk memperlihatkan kemampuan individual mereka.

Selama Ade di Tanah Air, Jaya Suprana, yang juga dikenal sebagai pianis musik klasik, banyak membantu kiprah anak itu. Jaya pertama kali mengenalnya di Chicago pada 2004. Namun saat itu Jaya belum melihat langsung permainan piano Ade. “Waktu itu saya cuma dikasih tahu kalau Ade adalah anak berbakat,” kata Jaya.

Baru tahun ini Jaya bertemu kembali dengan Ade dan orang tuanya. “Saat itulah saya mendengar permainan piano Ade, dan saya langsung terkejut begitu mendengarnya,” kata pria tambun kelahiran 27 Januari 1949 ini. Mulai saat itulah Jaya membimbing Ade. Jaya juga kemudian menyelipkan nama “Wonder” di tengah nama Ade. “Karena Ade itu seperti keajaiban kedelapan di dunia ini setelah Seven Wonders,” katanya.

Tak ada kata-kata yang bisa diucapkan Jaya untuk menggambarkan kehebatan permainan piano Ade. “Permainan piano Ade adalah bukti eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Silakan yang ateis menonton permainan piano Ade,” ujarnya. Ade tak ada duanya di dunia. Ia tahu esensi swing dan esensi lainnya seperti blues.

Untuk membuktikan itu, Ade menampilkan komposisi Prelude karya Chopin yang dimainkan dalam gaya jazz, blues, swing, boogie, jazz samba/latin, fusion, smooth jazz. Bahkan, Ade juga diminta main sebebas-bebasnya. Ade memainkan seluruhnya dengan dahsyat. Jaya Suprana menikmatinya, sembari memejamkan mata. Mata jari Ade sungguh ajaib. Tak satu pun nada yang meleset. Bahkan, improvisasinya sangat mengagumkan.

Jaya menilai permainan piano Ade Wonder Irawan sebagai kelas dunia. Si Korea (He Ahh Lee), yang juga pianis luar biasa, tidak bisa kalahkan dia. Ade pianis muda yang telah membuat resital.

Jaya Suprana School of Performing Arts, 24 Juni lalu, ketika menggelar Resital Piano Ade di Bentara Budaya Jakarta, memberikan anugerah Certificate of Honor Recital Master Class. Ade yang terpilih sebagai Pemain Keyboard Terbaik pada Lomba Anak Berbakat se-Indonesia tahun 2009 ini, juga pernah tampil pada Java Jazz Festival, Maret 2010.

Ade memang tidak bermain piano menurut kaidah umum. Dia tak mengerti teori-teori musik.“Namun Ade bisa dibilang pemain piano terbaik di dunia,” kata Jaya. Presiden Direktur Jamu Cap Jago ini mengingatkan agar kemampuan Ade tidak diperjualbelikan. “Di dunia ini ada hal-hal yang tidak layak diperjualbelikan,” ujarnya. Ia berencana tahun depan membawa Ade manggung di Warsawa, Polandia, yang merupakan pusat pianis dunia.

Sumber: TEMPOinteraktif, Kompas

No comments: