Thursday, December 23, 2010

SLASH

Ibaratnya tidak ada rotan akar pun jadilah, tidak ada Guns N'Roses (GNR) Slash pun jadilah. Bagi para penggemar musik rock yang pernah mengalami masa kejayaan kelompok hard rock GNR yang dimotori William Bruce Rose, Jr. [Axl Rose] dan Saul Hudson (Slash) di era 80-an, menyaksikan konser Slash di Istora Senayan Jakarta, Rabu 3 Agustus yang lalu, ibarat melepaskan kerinduan untuk bisa menikmati lagu-lagu hit GNR minus lengkingan Axl Rose tentunya.


Selama dua jam lebih, telinga penonton 'digerojog' oleh sayatan gitar Gibson Les Paul kesayangan Slash yang mengiringi lantunan vokal Myles Kennedy saat membawakan lebih dari selusin karya-karya Slash yang dicuplik dari album band yang pernah digawanginya mulai dari GNR, Slash's Snakepit, Velvet Revolver dan dari album solo teranyarnya yang bertajuk 'Slash'.

Sejatinya memang konser ini merupakan rangkauan tour untuk promo album solonya yang digarap keroyokan dengan sejumlah musisi tamu, tak heran jika dalam konser itu lagu-lagu yang ditampilkan kebanyakan dari album anyarnya. Namun tampaknya, selaku tembang baru nomor-nomor keras yang ditampilkan belum mampu 'nyetrum' antusiasme penonton, malahan mereka hanya histeris saat melihat gaya Slash dengan topi tinggi ketika menyayat gitar dengan kaki kanan agak jinjit dengan gitar yang seakan didekap yang menjadi gaya khasnya.

Ya. Sejatinya pula penonton malam itu memang hanya ingin melihat Slash beraksi dan terutama berharap melihatnya saat membawakan nomor-nomor hit dari GNR. Tak heran saat konser dibuka dengan tembang 'Ghost' yang dicuplik dari album anyarnya, penonton adem ayem, dilanjutkan dengan nomor anyar 'By the Sword', 'Watch This', 'Starlight', dan 'Beautiful Dangerous'. Penonton mulai menyatu dengan panasnya panggung ketika Myles Kennedy mulai menyelipkan tembang 'Night Train' dan 'Civil War' milik GNR, dan gempuran hit dari album Velvet Revolver, seperti 'Sucker Train Blues' dan 'Slither' makin meningkatkan 'adrenalin' penonton.

Melihat antusiasme penonton yang mulai meledak-ledak, Slash makin 'ngamuk' dengan gitarnya. Solo gitar yang cukup panjang pun ditampilkan. Penonton tergagap-gagap dan melongo melihat gaya Slash di depan matanya, seolah tak percaya dengan kenyataan. Tak jarang ada penonton yang berteriak tak karuan sekadar melampiaskan kegirangannya menyaksikan pujaan hatinya tampil 'live', tak jauh beda dengan yang pernah di lihat di video-video.

Aksi solo gitar itu memang terasa spesial bagi penonton. Apa pasal? Slash memang salah satu dewa gitar di dunia. Majalah Time tahun 2009 menempatkannya sebagai gitaris terbaik kedua dari daftar 10 gitar terbaik dunia sepanjang masa. Dia juga digelari 'Riff Lord' oleh majalah Metal Hammer dan termasuk bintang dalam The Rock Walk of Fame, berjajar dengan nama besar lainnya seperti Jimi Hendrix, Jimmy Page, dan Eddie Van Halen. Siapa pun akan 'ngiler' melihat aksi panggungnya.

Usai aksi solo, Slash memungkasi bagian pertama aksi pertunjukannya dengan tembang hit "Sweet Child O' mine" dari album debut GNR 'Appetite for Distruction'. Spontan terjadi aksi koor dari penonton yang serentak menyanyikannya. Sang vokalis Myles Kennedy terkesima dan hanya menyorongkan mikrofonnya ke arah penonton yang menyanyikannya hingga usai. Ya. Sekali lagi, malam itu memang penonton ingin bernostalgia dengan GNR, dan Slash mengetahui persis hal itu. Myles Kennedy pun mengacungkan jempol kepada penonton.

Musik yang diusung Slash setelah keluar dari GNR memang tidak bisa terlepas dari aroma GNR yang merupakan gabungan aliran yang diusung dua punggawanya yakni Axl Rose dan Saul Hudson. Wikipedia mencatat, percampuran itu memiliki unsur-unsur punk rock, blues-rock, heavy metal and classic rock and roll. Dua punggawa rock itu menemukan 'chemistry'-nya saat mengibarkan GNR dan berhasil mencapai puncak kejayaannya di era 80-an dan awal 90-an. Dan ketika keduanya berpisah, keduanya tak pernah bisa melepaskan bayang-bayang GNR. Mirip-mirip Roger Water yang bersolo karir tapi tidak bisa lepas dari bayang bayang Pink Floyd nya.

Dalam setiap pertunjukannya Slash selalu menyanyikan tembang-tembang hit GNR begitu pula Axl Rose yang kini masih mengibarkan bendera GNR selalu didaulat untuk menyanyikan tembang-tembang hit GNR saat diperkuat Slash.

Akibatnya, dalam karir musiknya Slash selalu mencari vokalis yang bersuara 'rada-rada mirip' Axl Rose untuk bisa menyanyikan lagu-lagu GNR. Celakanya suara melengking dan serak-serak Axl Rose sukar ditiru, vokalis Slash's Snakepit, Eric Dover dan Rod Jackson pun kurang memadai. Scott Weiland yang didapuk menjadi pelantun lagu pada kelompok Velvet Revolver yang dibentuk Slash kemudian cukup bisa mengimbangi suara seraknya Rose namun tak mampu menyaingi lengkingannya, dan Myles Kennedy barangkali tidak lebih baik dari Weiland. Untungnya pada konser di Jakarta ini, Kennedy banyak 'dibantu' oleh koor penonton yang hafal benar lagu lagu hit GNR.

Slash menyudahi pertunjukannya dengan menyajikan tembang lawas GNR yang menjadi favoritnya, 'Paradise City'. Lagi, dalam penampilan terakhirnya Slash memberi bonus kepada penonton yang sedari awal ikut bernyanyi. Slash menyajikan improvisasi atas bagian akhir lagi Paradise City dengan sayatan gitarnya selama beberapa menit. Dibilang bonus, karena pada hampir semua lagi yang ditampilkan persis sama dengan yang didengar di kaset rekaman, minim improvisasi panggung, wajar bagian penutup lagu itu disebut bonus di samping tentu saja bagian solo gitar.

Setelah panggung usai, kebanyakan penonton berjalan beriringan keluar gedung pertunjukan dengan nyaman dan terpuaskan, seolah mereka berusaha menghibur dirinya dengan menyakini bahwa baru saja menyaksikan konser GNR, meskipun nyawa GNR hanya dijelmakan dalam sosok Slash. Toh aroma GNR-nya masih tercium dengan tajam.

No comments: