Saturday, July 3, 2010

Indonesia Luncurkan Satelit Sendiri

BERTAMBAHNYA usia hubungan diplomatik antara Negeri Beruang Merah dan Indonesia, Rusia pun semakin memantapkan pijakan kerja samanya dengan pemerintah RI.

Negeri yang terletak di Eurasia utara ini bahkan sudah menyusun rencana besar untuk Indonesia. Pada kesempatan wawancara di kantor Kedubes Rusia untuk Indonesia pekan lalu, Alexander A Ivanov selaku wakil pemerintah Rusia mengungkapkan harapan negerinya bagi Indonesia. “Kami ingin Indonesia menjadi negara antariksa,” ucapnya seraya tersenyum. “Bahkan menjadi negara antariksa pertama di Asia Tenggara.” Untuk mewujudkan harapan ini, pemerintah Rusia lantas menggandeng Indonesia dalam sebuah proyek yang dinamakan dengan sistem peluncuran udara atau Air Launch.

Bagi masyarakat Indonesia, program ini mungkin terdengar asing. Barangkali karena belum 100 persen terselesaikan, maka pemerintah Indonesia jarang memunculkan informasi seputar perkembangan Air Launch. “Kami menyebutnya proyek unik. Air Launch adalah program peluncuran satelit komersial dari kawasan Indonesia yang didukung dengan teknologi Rusia,” jawab Ivanov. Proyek Air Launch bermula pada 2003. Saat itu, pesawat luar angkasa jenis An-124-100 yang disebut dengan Ruslan mulai dikembangkan di Biak, Papua. Gubernur Biak memberi izin bagi Rusia untuk membeli 2,7 hektare tanah di pulau itu untuk konstruksi infrastruktur yang dibutuhkan.

“Air Launch merupakan proyek yang jauh lebih murah dan efisien dibandingkan proyek peluncuran satelit lainnya,” ungkap Presiden Air Launch Anatoly Karpov, sebagaimana dilansir dari spacedaily.com. Dalam program AirLaunch, roket dibawa menembus atmosfer dengan menggunakan pesawat Ruslan. Ketika pesawat mencapai ketinggian 10-12 km di atas bumi, Ruslan akan melepaskan roketnya hingga masuk ke orbit. Selanjutnya, saat Ruslan mencapai ketinggian 11.000 m atau sekira 500 km dari permukaan tanah, pesawat ini akan melakukan gerakan manuver sehingga mencapai posisi tertentu, lalu satelit didorong keluar menggunakan sistem bertekanan udara yang disebut dengan pneumatic system.

Proyek ini bernilai sekira USD122 juta dan telah disepakati sejak 2006 silam. Perundingan program ini sudah berlangsung sejak 2003 lalu, namun sampai saat ini, program tersebut belum dapat dimulai. Menurut beberapa ahli, peluncuran roket pengangkut Polyot dari Ruslan akan menelan biaya sekira USD23 juta atau 50 persen lebih murah dibandingkan meluncurkan roket Soyuz-2 dari muka Bumi. Rusia sungguh menyemai ekspektasi besar agar program ini dapat segera terealisasi.

“Jika semuanya benar-benar terwujud, mungkin saja Indonesia bakal menjadi negara antariksa terbesar di Asia,” ujarnya berharap. Ivanov tidak menampik bahwa masih ada beberapa proses yang belum tertangani dengan sempurna. “Kami masih terus melakukan negosiasi mengenai ini dan itu dengan pemerintah Indonesia,” sambungnya. Menurut Ivanov, ada dua hal yang harus diperjuangkan lebih keras lagi, yaitu penyediaan perangkat teknologi dan penyusunan rancangan ketentuan yang tentunya bertalian dengan proyek Air Launch.

Dia juga menambahkan bahwa pemerintah Rusia dan Indonesia tengah mempersiapkan sejumlah dokumen dan surat kesepakatan yang terkait. “Salah satunya adalah Technology Save Guard Agreement,” ujar Ivanov. Rusia yang hingga kini tetap menunjukkan dukungan positif bagi negara-negara Asia sangat berharap bahwa program Air Launch nantinya akan menuai kesuksesan. “Kesuksesan ini akan menjadi lampu hijau bagi negara-negara lain yang tengah mengupayakan hal serupa,” tandasnya.

No comments: