Melirik Rekayasa Nanoteknologi untuk Industri (1)
Banyak Diburu, Manfaatnya Nyata
Nanoteknologi mulai dilirik negara-negara di dunia lantaran manfaatnya yang nyata bagi kehidupan. Rekayasa partikel, atom atau material dalam suatu benda itu saat ini telah mampu dikembangkan untuk berbagai kepentingan. Mulai dari energi yang ramah lingkungan, kesehatan, pangan, teknologi informasi, dan komunikasi, transportasi hingga pertahanan dan keamanan.
Di Indonesia sendiri, keberadaan nanoteknologi masih belum cukup populer. Hanya kalangan tertentu saja khususnya akademisi yang kerap bergulat dengan rekayasa material. Sementara, masyarakat awam hanya mampu merasakan hasilnya.
"Contoh paling sederhana saja soal flash disk yang mampu untuk menyimpan data hingga ukuran giga. Tapi, dengan rekayasa nanoteknologi, kekuatan menyimpan bisa mencapai ukuran tera. Jauh melampau kapasitas giga. Padahal, jika dilihat, barangnya justru lebih kecil," ujar Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI) Dr Nurul Taufiqu Rochman di sela-sela simposium internasional nanoteknologi dan katalis di Puspitek Kementrian Riset dan Teknologi, Serpong, Tangerang, kemarin.
Manfaat lain yang sudah dikembangkan negara maju seperti Jepang, nanoteknologi telah mampu menghasilkan teknologi ponsel layar sentuh yang dikendalikan lewat pantulan layar. Sementara untuk baterai yang digunakan juga mampu bertahan selama ekian lama. "Jika habis bisa di-charge tidak lebih dari satu menit," ungkap Deputi Bidang Pengembangan Riset dan Teknologi Kementrian Riset dan Teknologi Dr Ir Bambang Sapto Pratomosunu MSc saat membuka acara.
Di bidang energi, nanoteknologi juga mampu memisahkan material hidrogen untuk bahan bakar. Sehingga, hidrogen tidak lagi ditenteng dengan tabung yang besar, tebal dan rawan meledak. "Intinya efensiensi ruang, barang dan hemat waktu dan biaya. Sedangkan manfaatnya sangat nyata," kata Dr Nurul Taufiqu Rochman yang juga sebagai peneliti di Puslit Fisika LIPI.
Untuk dalam negeri, pengembangan nanoteknologi belum berorientasi pada industri pasar. Saat ini masih terus dilakukan pengembangan berbagai riset terobosan-terobosan baru dunia teknologi. Dari teknologi terapan hingga aplikasi untuk industri. "Kalau ditanya barangnya, kami tidak ada. Tapi kami punya ptototipenya dan sudah dipatenkan," terang Nurul.
Di antaranya, nano partikel fisika yang dipatenkan pada Desember 2006 lalu serta alat pembuat nano partikel (hight energy bolming) yang dipatenkan pada Februari 2007 baru-baru ini. Masih terbatasnya pengembangan nano teknologi di Indonesia lantaran minimnya fasilitas serta dukungan dana. Baik dari sponsorship maupun pemerintah.
Kementrian Riset dan Teknologi sendiri hanya menyediakan dana Rp 700 miliar untuk seluruh penelitian. Padahal, untuk pengembangan nanoteknologi saja dibutuhkan dana yang cukup besar. "Rata-rata biasanya, untuk satu kelompok penelitian ada dana sekitar Rp 300 juta. Tapi kami akui itu masih sangat kurang," ungkap Bambang.
Kepala Divisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi LIPI Dr Hery Haerudin menambahkan, minimnya dana tersebut membuat sejumlah peneliti harus berani untuk berkorban serta berkolaborasi dengan para pakar serta berbagai disiplin ilmu. Sebab, diakuinya, manfaat nanoteknologi tersebut sangat luar biasa. Beberapa negara maju sudah meyakini, dengan nanoteknologi, segala sesuatu yang ada di muka bumi bisa direkayasa. Terutama untuk tujuan pasar industri. "Mereka bilang dengan menguasai nanoteknologi, dunia ada dalam genggaman," bebernya.
Indonesia memiliki prospek yang cukup menjanjikan mengingat banyak di antara bahan dasar nanoteknologi, khususnya katalysis, berasal dari sumber daya alam seperti mineral dan logam. "Orang mungkin tidak cukup familiar. Tapi hasilnya semua bisa melihat. Seperti cat yang beraneka ragam. Dengan nanoteknologi katalis, semua warna yang bercampur seperti tidak ada pemisah dan lebih halus. Begitu juga dalam bahan bakar. Bisa lebih bersih dan daya bakarnya jauh lebih tinggi," tambahnya. (aak)
http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=290075
Salah satu contoh berita hot untuk keteknikan. Yang aku bold yang menurut aku memberikan point penting untuk keilmuan di Indonesia.
Sebenarnya di Indonesia teknologi nano ini sdh cukup populer, karena banyak temen2 dari Indonesia yang mempelajari ini. Hanya saja, ketika di Indonesia memang terjadi kebuntuan karena ketiadaan dana dan...
"Untuk dalam negeri, pengembangan nanoteknologi belum berorientasi pada industri pasar"
sementara ini, para pakar nano dari Indonesia belum ketemu cara yang lebih baik untuk mengembangkan teknologi ini kecuali...
"berkorban serta berkolaborasi " dengan universitas lain yang mampu menyediakan fasilitas serta pengembangan keilmuwan yang mapan.
Di sisi lain kita patut berbangga, karena justru dari hal2 yang semacam ini seringkali anak bangsa mentorehkan prestasi yang tidak sepele. Tp tentu saja, kadang ada konsekuensi yang harus dibayar, seperti mereka direkrut di perusahaan atau universitas disana.
Di sisi satu menggembirakan karena mengharumkan nama bangsa, tp disisi lain, kita gak akan maju2 kalo begini caranya.
Kreatifitas sekarang yang harus diupayakan para ilmuwan untuk bisa mengembangkan keilmuwanannya dalam mengikuti teknologi terkini.
Pertama, jelas dana itu nomer satu. Yang jadi masalah adalah sumber dana. Sumber dana dari pemerintah jelas tidak mencukupi karena nanoteknologi membutuhkan dana besar, ya tidak hanya nanoteknologi saja teknologi membranpun atau pengolahan airpun juga membutuhkan dana besar dalam penelitian. Nah, salah satu alternatif yang bisa dicoba adalah kerja sama dengan industri atau perusahaan. Mereka menyuplai dana untuk para ilmuwan, dimana penelitian nanoteknologi ini bisa diterapkan di industrinya, atau.. ada cross-scientific subsidy (ini istilah saya pribadi).
Misal, kita sebagai ahli nanoteknologi memberikan proposal ke perusahaan minyak atau elektronik untuk menyokong dana. Dari sini kita tidak usah peduli dulu mereka membutuhkan teknologi ini atau tidak. yang penting adalah, dana mereka bisa digunakan untuk perkembangan nano ini. Sebagai timbal baliknya, jika mereka memiliki masalah, atau project di dalam internal mereka, walaupun tidak berhubungan dengan teknologi nano, maka kita memberikan pelayanan konsultasi. Yang memberikan konsultasi adalah para pakar di bidangnya, bukan pakar nano teknologi. Disini pointnya adalah networking. Mampukah kita mempunyai sebuah network besar semacam itu? Harus ada upaya untuk merintis hal tersebut..
Banyak Diburu, Manfaatnya Nyata
Nanoteknologi mulai dilirik negara-negara di dunia lantaran manfaatnya yang nyata bagi kehidupan. Rekayasa partikel, atom atau material dalam suatu benda itu saat ini telah mampu dikembangkan untuk berbagai kepentingan. Mulai dari energi yang ramah lingkungan, kesehatan, pangan, teknologi informasi, dan komunikasi, transportasi hingga pertahanan dan keamanan.
Di Indonesia sendiri, keberadaan nanoteknologi masih belum cukup populer. Hanya kalangan tertentu saja khususnya akademisi yang kerap bergulat dengan rekayasa material. Sementara, masyarakat awam hanya mampu merasakan hasilnya.
"Contoh paling sederhana saja soal flash disk yang mampu untuk menyimpan data hingga ukuran giga. Tapi, dengan rekayasa nanoteknologi, kekuatan menyimpan bisa mencapai ukuran tera. Jauh melampau kapasitas giga. Padahal, jika dilihat, barangnya justru lebih kecil," ujar Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia (MNI) Dr Nurul Taufiqu Rochman di sela-sela simposium internasional nanoteknologi dan katalis di Puspitek Kementrian Riset dan Teknologi, Serpong, Tangerang, kemarin.
Manfaat lain yang sudah dikembangkan negara maju seperti Jepang, nanoteknologi telah mampu menghasilkan teknologi ponsel layar sentuh yang dikendalikan lewat pantulan layar. Sementara untuk baterai yang digunakan juga mampu bertahan selama ekian lama. "Jika habis bisa di-charge tidak lebih dari satu menit," ungkap Deputi Bidang Pengembangan Riset dan Teknologi Kementrian Riset dan Teknologi Dr Ir Bambang Sapto Pratomosunu MSc saat membuka acara.
Di bidang energi, nanoteknologi juga mampu memisahkan material hidrogen untuk bahan bakar. Sehingga, hidrogen tidak lagi ditenteng dengan tabung yang besar, tebal dan rawan meledak. "Intinya efensiensi ruang, barang dan hemat waktu dan biaya. Sedangkan manfaatnya sangat nyata," kata Dr Nurul Taufiqu Rochman yang juga sebagai peneliti di Puslit Fisika LIPI.
Untuk dalam negeri, pengembangan nanoteknologi belum berorientasi pada industri pasar. Saat ini masih terus dilakukan pengembangan berbagai riset terobosan-terobosan baru dunia teknologi. Dari teknologi terapan hingga aplikasi untuk industri. "Kalau ditanya barangnya, kami tidak ada. Tapi kami punya ptototipenya dan sudah dipatenkan," terang Nurul.
Di antaranya, nano partikel fisika yang dipatenkan pada Desember 2006 lalu serta alat pembuat nano partikel (hight energy bolming) yang dipatenkan pada Februari 2007 baru-baru ini. Masih terbatasnya pengembangan nano teknologi di Indonesia lantaran minimnya fasilitas serta dukungan dana. Baik dari sponsorship maupun pemerintah.
Kementrian Riset dan Teknologi sendiri hanya menyediakan dana Rp 700 miliar untuk seluruh penelitian. Padahal, untuk pengembangan nanoteknologi saja dibutuhkan dana yang cukup besar. "Rata-rata biasanya, untuk satu kelompok penelitian ada dana sekitar Rp 300 juta. Tapi kami akui itu masih sangat kurang," ungkap Bambang.
Kepala Divisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi LIPI Dr Hery Haerudin menambahkan, minimnya dana tersebut membuat sejumlah peneliti harus berani untuk berkorban serta berkolaborasi dengan para pakar serta berbagai disiplin ilmu. Sebab, diakuinya, manfaat nanoteknologi tersebut sangat luar biasa. Beberapa negara maju sudah meyakini, dengan nanoteknologi, segala sesuatu yang ada di muka bumi bisa direkayasa. Terutama untuk tujuan pasar industri. "Mereka bilang dengan menguasai nanoteknologi, dunia ada dalam genggaman," bebernya.
Indonesia memiliki prospek yang cukup menjanjikan mengingat banyak di antara bahan dasar nanoteknologi, khususnya katalysis, berasal dari sumber daya alam seperti mineral dan logam. "Orang mungkin tidak cukup familiar. Tapi hasilnya semua bisa melihat. Seperti cat yang beraneka ragam. Dengan nanoteknologi katalis, semua warna yang bercampur seperti tidak ada pemisah dan lebih halus. Begitu juga dalam bahan bakar. Bisa lebih bersih dan daya bakarnya jauh lebih tinggi," tambahnya. (aak)
http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=290075
Salah satu contoh berita hot untuk keteknikan. Yang aku bold yang menurut aku memberikan point penting untuk keilmuan di Indonesia.
Sebenarnya di Indonesia teknologi nano ini sdh cukup populer, karena banyak temen2 dari Indonesia yang mempelajari ini. Hanya saja, ketika di Indonesia memang terjadi kebuntuan karena ketiadaan dana dan...
"Untuk dalam negeri, pengembangan nanoteknologi belum berorientasi pada industri pasar"
sementara ini, para pakar nano dari Indonesia belum ketemu cara yang lebih baik untuk mengembangkan teknologi ini kecuali...
"berkorban serta berkolaborasi " dengan universitas lain yang mampu menyediakan fasilitas serta pengembangan keilmuwan yang mapan.
Di sisi lain kita patut berbangga, karena justru dari hal2 yang semacam ini seringkali anak bangsa mentorehkan prestasi yang tidak sepele. Tp tentu saja, kadang ada konsekuensi yang harus dibayar, seperti mereka direkrut di perusahaan atau universitas disana.
Di sisi satu menggembirakan karena mengharumkan nama bangsa, tp disisi lain, kita gak akan maju2 kalo begini caranya.
Kreatifitas sekarang yang harus diupayakan para ilmuwan untuk bisa mengembangkan keilmuwanannya dalam mengikuti teknologi terkini.
Pertama, jelas dana itu nomer satu. Yang jadi masalah adalah sumber dana. Sumber dana dari pemerintah jelas tidak mencukupi karena nanoteknologi membutuhkan dana besar, ya tidak hanya nanoteknologi saja teknologi membranpun atau pengolahan airpun juga membutuhkan dana besar dalam penelitian. Nah, salah satu alternatif yang bisa dicoba adalah kerja sama dengan industri atau perusahaan. Mereka menyuplai dana untuk para ilmuwan, dimana penelitian nanoteknologi ini bisa diterapkan di industrinya, atau.. ada cross-scientific subsidy (ini istilah saya pribadi).
Misal, kita sebagai ahli nanoteknologi memberikan proposal ke perusahaan minyak atau elektronik untuk menyokong dana. Dari sini kita tidak usah peduli dulu mereka membutuhkan teknologi ini atau tidak. yang penting adalah, dana mereka bisa digunakan untuk perkembangan nano ini. Sebagai timbal baliknya, jika mereka memiliki masalah, atau project di dalam internal mereka, walaupun tidak berhubungan dengan teknologi nano, maka kita memberikan pelayanan konsultasi. Yang memberikan konsultasi adalah para pakar di bidangnya, bukan pakar nano teknologi. Disini pointnya adalah networking. Mampukah kita mempunyai sebuah network besar semacam itu? Harus ada upaya untuk merintis hal tersebut..
No comments:
Post a Comment