"Gong xi fa chai, xin nian kuai le, nian nian you yu" (semoga tahun-tahun yang akan datang menjadi makmur), inilah ungkapan yang acapkali kita denger ketika Imlek (tahun baru China) menjelang. Xin Cia 2008 yang akan jatuh pada tanggal 7 Februari 2008 disambut sangat antusias sekali oleh masyarakat Indonesia keturunan tionghoa.
Perayaan Imlek dari tahun ke tahun semakin semarak saja, sampai-sampai sudah menjadi bagian dari kultur masyarakat Indonesia yang bukan keturunan tionghoa. Transparansi dan kemeriahan imlek ini berawal ketika Bapak K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi presiden. Untuk warga negara Indonesia keturunan tionghoa sosok Gus Dur menjadi sangat penting sekali dalam memberikan khasanah dalam kebhinekaan negeri ini.
Kemeriahan imlek ini pun tampak dari padatnya jumlah pengunjung mall dan pasar swalayan di wilayah Jakarta, seperti halnya di daerah kota, Jakarta. Menjelang 4 hari sebelum imlek, sebagaian besar warga negara keturunan tionghoa memadati mall/pusat pertokoan untuk berbelanja kebutuhan imlek, seperti baju, makanan, pernak-pernik dan lain-lain. Nuansa mall pun ikut memerah juga menyambut datangnya imlek ini.Kondisi riil yang saya lihat sendiri adalah di kawasan mall gajah mada (atau yang lebih dikenal GMP–> Gajah Mada Plaza), tepatnya di Hypermart, dalam hal ini petugasnya melakukan reload trolley setiap sejam sekali dan antrian kasir pun sangat padat merayap sekali tanpa harapan rasanya jika tidak sabar menunggu.
Hal yang cukup menjadi perhatian adalah banyak dari mereka yang berbelanja jeruk lokam mandarin sampai berkardus-kardus dan hal ini sempat dipertanyakan oleh teman saya. Pertanyaan ini pun saya tampung untuk kemudian saya menanyakannya pada teman saya yang memiliki garis keturunan tionghoa dan terlibat langsung dengan pesta perayaan ini.
Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari teman saya yang beraal dari pulau Bangka. Dia menyatakan bahwa ketika imlek tiba maka setip rumah atau keluarga meyediakan makanan dan buah-buahan yang nantinya akan dinikmati oleh tamu dan saudara-saudara yang berkunjung dan yang lebih penting lagi adalah bahwa makanan tersebut (termasuk di dalamnya buah-buahan) akan dijadikan sebagian sajian ke leluhur (dikenal dengan "Sesajen"). Kenapa harus jeruk mandarin lokal?????, sebenarnya tidak ada keharusan untuk menyediakan jeruk jenis ini, dikarenakan praktis dan mobilitasnya tinggi maka mayoritas peraya imlek menyajikan buah ini. Masih menurut sumber yang sama, sebenarnya selain jeruk jenis ini ada juga jenis buah-buahan lain yang disediakan, seperti : klengkeng, leci dan lain-lain (yang tidak membutuhkan alat bantu yang merepotkan untuk menyantapnya). Dan menurut sumber yang berbeda lagi, kenapa jeruk lokam ???, dia mengatakan bahwa pada bulan-bulan imlek sedang musim jeruk mandarin lokam. Jika bisa saya analogikan kondisi ini dengan kondisi bulan ramadhan, maka jeruk mandarin lokam sama dengan mentimun suri, yang hanya beredar dan musim-musimnya pada bulan tertentu saja. Sebenarnya pada bulan-bulan yang lain, buah jenis ini ada, namun karena push dan keinginan dari pasar tidak begitu banyak sehingga mendorong buah-buahan jenis ini pada bulan-bulan yang lain tidak begitu terdongkrak tingkat penjualannya.
Adapun untuk ritual xin cia itu sendiri adalah sebagai berikut (menurut sumber yang berbeda lagi) :
- Pada malam xin cia, mereka mengadakan acara makan bersama keluarga inti.
- Ketika xin cia tiba-tiba, mereka mengunjungi rumah sanak saudara (yang lebih muda mengunjungi yang lebih tua).
- Dalam kunjungan tersebut, terjadi transaksi bagi-bagi anpao (baca :uang), dari sanak saudara yang sudah menikah dan bekerja (ingat ya! ada kata "dan" yang berarti 2 kondisi harus dipenuhi), bagi yang sudah bekerja tapi belum menikah tidak wajib memberikan angpao. Selain acara bagi-bagi angpao juga terdapat acara makan-makan bersama atas makanan yang sudah disajikan oleh tuan rumah. Jika dipikir-pikir, perayaan xin cia ini hampir mirip dengan lebaran, ada acara pembagian sedekah dan silaturrahim (saling mengunjungi saudara-saudara yang jauh maupun dekat).
Terlepas dari itu semua, saya sangat salut sekali dengan beberapa teman saya yang rela pulang kampun untuk menyambut perayaan ini dengan alasan bahwa sebuah hal yang langka bisa kumpul-kumpul bersama anggota keluarga, baik yang besar maupun kecil. Masyarakat tionghoa saja bisa meletarikan dan memberikan nuansa tersendiri bagi budayanya, khususnya dan bagi budaya Indonesia , umumnya,kenapa kita yang juga sama-sama bagian dari pembentuk budaya Indonesia tidak mampu membuat warna tersendiri bagi khasanah budaya bangsa kita, karena Indonesia adalah bangsa bhineka Tunggal Ika.
No comments:
Post a Comment