Sunday, January 16, 2011

Anak Cerdas Istimewa di Indonesia Dibajak Singapura, Malaysia, Korea dan Amerika Serikat


Indonesia memiliki sekitar 1,3 juta anak usia sekolah yang berpotensi Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBI) atau kerap disebut ‘gifted-talented’. Sayangnya, baru 9.500 (0,7%) anak yang sudah mendapat layanan khusus dalam bentuk program akselerasi/ percepatan.

“Masih sangat banyak siswa CIBI belum memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan mereka,” kata Sekjen Asosiasi Penyelenggara, Pengembang, dan Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas Istimewa dan Berbakat Istimewa (Asosiasi CIBI) Nasional, Amril Muhammad di Jakarta, Selasa (14/12/2010).

Amril menambahkan seharusnya CIBI perlu mendapatkan akselerasi. Ada dua macam akselerasi yang dapat dilakukan, yaitu akselerasi kontens base dan grade base. Disebut akselerasi kontens jika siswa mampu menguasai bidang ilmu dengan baik. Sementara itu, akselerasi grade jenjang sekolah seperti siswa yang seharusnya sekolah tiga tahun, bisa dipersingkan menjadi dua tahun.“Mereka memiliki kecepatan menyerap lebih dari teman sebayanya,” papar Amir.

Perhatian khusus tidak dimaksudkan untuk melakukan diskriminasi, tetapi semata-mata untuk memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Untuk program akselerasi misalnya, ini mencakup grade dan konten. Berdasarkan data tahun 2009, dari 260.471 sekolah, baru 311 sekolah yang memiliki program layanan khusus bagi anak CIBI.

Ia menyebutkan bahwa sejumlah ciri anak ‘gifted-talented’ dapat dikenali antara lain dari kecerdasan intelektualnya yang very superior. Seperti, skor IQ (Intelligence Quotient) 130 ke atas, dengan menggunakan skala Wechsler.

Saat ini ada 311 sekolah yang menyelenggarakan CIBI, di seluruh Indonesia dari 22 provinsi, baik sekolah negeri maupun swasta, serta 10 madrasah, dan yang terbanyak di Provinsi Jawa Timur.

Siswa Pintar Dibajak

Siswa CIBI biasanya diambil oleh perguruan tinggi dari negara luar, seperti dari Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat. Sekarang Korea Selatan juga mulai agresif. “Ada sekitar 300 orang lebih bibit unggul kita yang diambil oleh negara luar, karena mereka mampu memberikan iming-iming kesejahteraan melebihi dari kita,” kata Amir.

Amril menyebutkan bibit unggul yang diambil itu terutama berada di kota besar seperti Malang, Semarang, Jakarta, Bandung, dan Makassar. Bahkan di Singapura, mereka ditawari bekerja sampai usia 55 tahun, sehingga usia produktifnya habis baru dikembalikan ke Indonesia.

“Nah andaikan kita bisa melakukan yang terbaik untuk mereka, dipastikan Indonesia akan berkembang,” katanya.

Menurut dia anak pintar dan cerdas ini mendapat beasiswa dari negara asing, terutama jalurnya melalui jalur olimpiade-olimpiade. “Jadi kalau ada lomba olimpiade di luar negeri, kamar anak Indonesia dihampiri oleh agen-agen asing tersebut, untuk ditawari fasilitas dan segala macamnya,” terang Amir.

Sementara itu, perguruan tinggi di dalam negeri tidak melakukan pendekatan itu. Untuk menjawab permasalahan pembajakan tersebut perlu seluruh pemangku kebijakan melakukan program yang komprehensif bagi anak-anak berbebutuhan khusus ini.

Sumber: Republika, Rabu, 15 Desember 2010


Jenius Muda Indonesia yang “Dirawat” Singapura


Menjadi jawara Olimpiade Fisika di tingkat Asia rupanya tak otomatis bisa menikmati beasiswa untuk kuliah di perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Pengalaman getir pada tahun lalu itu dialami Hendra Kwee, 30 tahun. Sebagai pembina di Yayasan Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), ia bermaksud membantu anak asuhannya agar bisa mendapatkan beasiswa di Institut Teknologi Bandung.

Namun Hendra hanya bisa terbengong-bengong ketika seorang pejabat Kementerian Pendidikan Nasional meminta agar si pelajar itu kuliah dulu, baru kemudian mengajukan beasiswa.“Kemampuan anak-anak jenius ini sungguh tak dihargai,” kata doktor fisika dari College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat, di kantor Yayasan TOFI pada 19 Mei 2010.

Ia tak habis mengerti, seorang peraih medali emas kompetisi pelajar tingkat Asia, yang sudah mengharumkan nama negara, harus berjuang sendiri untuk bisa kuliah di dalam negeri. Padahal universitas luar negeri mana pun, Hendra melanjutkan, akan menjamin seluruh biaya sejak murid itu mendaftar.

Apesnya lagi, penerima beasiswa di Tanah Air tak serta-merta bisa tenang. Ia ingat betul saat kuliah di ITB, 13 tahun lalu. “Teman saya yang menerima beasiswa harus berutang kanan-kiri karena pencairannya molor lima bulan,” katanya. Karena itu pula, Hendra ogah mengurus beasiswa untuk dirinya sendiri. Padahal ia adalah jawara olimpiade fisika pada 1996.

Entah berkaca pada pengalaman Hendra atau bukan, Winson Tanputraman, 17 tahun, pun lebih memilih kuliah di National University of Singapore (NUS) mulai Juni nanti. “Kampus itu menerima permohonan beasiswa saya,” kata peraih medali emas Olimpiade Fisika tingkat Asia di Thailand, 2009.

Iming-iming dari Negeri Singa itu memang lebih menggoda. “Semua biaya kuliah dan hidup saya ditanggung mereka,” ujar bekas murid SMAK 1 Penabur Jakarta Barat itu.

Yang lainnya, Mohammad Sohibul Maromi, peraih medali perak Olimpiade Fisika tingkat Asia di Taipei, Taiwan, 23-30 April 2010 lalu, sebetulnya sangat ingin kuliah di Singapura. Ia menyebut Nanyang Technological University (NTU) sebagai kampus idaman. “Tapi ibu saya sudah sepuh, kasihan kalau jauh,” kata Romi–panggilannya–yang baru lulus dari SMA I Pamekasan, Madura.

Sementara ini, remaja berkacamata yang mahir bermain gitar itu sudah diterima di Fakultas Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, melalui jalur penelusuran minat dan kemampuan. “Tapi akhir Mei saya akan coba ikut ujian di ITB untuk jurusan yang sama,”ujarnya.

Singapura memang salah satu negara tujuan kuliah pelajar Indonesia. Menurut Kepala Fungsi Perlindungan WNI di Kedutaan Besar Indonesia untuk Singapura, Fahmi Aris Inayah, ada sekitar 16 ribu pelajar Indonesia di negara pulau itu. “Mereka tersebar di berbagai kampus swasta dan negeri di sini,” katanya.

Kampus yang paling banyak menampung adalah NTU dan NUS. Kedua kampus ini masuk jajaran kampus top dunia, dan jawara di Asia. Dalam setahun, NTU dan NUS masing-masing menerima 120-an dan 80-an pelajar Indonesia.

Kampus-kampus di Singapura diketahui agresif memburu para pelajar berprestasi dari Indonesia. Mereka memiliki agen yang mendatangi sekolah-sekolah unggulan di kota-kota besar, untuk merayu para pelajar agar kuliah di Singapura.

Beasiswa yang ditawarkan, kata Hendra Wong, Ketua Pemuda Pelajar Indonesia Singapura, amat menggiurkan dibanding yang ditawarkan pemerintah Indonesia. Angkanya memang bervariasi. Tapi setidaknya sudah menutupi biaya kuliah, yang rata-rata bernilai Rp 112 juta per tahun.

Syaratnya, mereka ikut ujian masuk yang digelar di kota-kota yang ditentukan. Hendra menyebutkan, NTU biasa menggelar ujian masuk di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan Magelang. Sedangkan NUS hanya menggelar ujian di Jakarta dan Medan.

Singapura mengikat para penerima beasiswa itu dengan kontrak bekerja di perusahaan milik negara itu selama tiga tahun. Meski setelah itu mereka bebas bekerja di mana saja, menurut Hendra Kwee, ini cara halus agar para jenius itu tetap mengabdi kepada Singapura.

Fahmi menyatakan pemerintah tidak bisa membatasi gerak-gerik pihak Singapura. “Karena (beasiswa itu) tidak ada paksaan,” katanya.

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal menjelaskan, prosedur beasiswa di Tanah Air mungkin terkesan birokratis. Tapi hal itu dilakukan karena beasiswa merupakan uang negara, dan pemerintah tak mau kecolongan. Sebab, ada kalanya terjadi si penerima beasiswa ternyata kuliah di kampus lain, atau bahkan tidak mengikuti kuliah sementara uang telah digelontorkan. “Uang-uang itu harus bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

Alokasi dana beasiswa Kementerian Pendidikan Nasional tahun ini Rp 1,5 triliun untuk lebih dari 3 juta siswa dan mahasiswa kurang mampu. Kementerian juga telah menyiapkan Program Beasiswa Bidik Misi sebesar Rp 200 miliar untuk 20 ribu mahasiswa dari keluarga kurang mampu.

“Tidak ada biaya apa pun. Bebas pendaftaran, SPP, bebas biaya hidup, semuanya kami siapkan,” tutur Menteri Pendidikan M. Nuh kepada pers awal Januari lalu.

Ketua Yayasan TOFI Profesor Yohanes Surya mengaku geram terhadap oknum-oknum pemerintah yang menyepelekan pentingnya merawat para jenius muda kita. “Banyak oknum yang sok ngatur, tapi malah bikin kacau,” katanya.

Ia mengaku terpaksa turun takhta, tak lagi mencampuri keikutsertaan Indonesia di Olimpiade Fisika tingkat internasional tahun depan. Yohanes dipaksa hanya bisa mengikutkan anak didiknya di olimpiade tingkat Asia. Padahal selama ini fulus pemerintah tidak selalu mengalir untuk membuat murid-muridnya menjadi jawara. “Kami lebih banyak didanai sponsor,” ujarnya.

Fasli Djalal membantah pengabaian ini. Pemerintah, katanya, secara prinsip membuka tangan lebar-lebar untuk bekerja sama dengan orang semacam Yohanes Surya. Ada bantuan biaya berupa akomodasi sejak berangkat hingga mereka pulang ke Indonesia. “Kalau berangkat atas inisiatif sendiri, tidak kami bantu,” katanya.

Sumber: TEMPOinteraktif


2.000 WNI Jadi Warga Malaysia


Terkait Infrastruktur Jalan dan Fasilitas Umum

Sejak tahun 1997 sekitar 2.000 warga Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Bengkayang yang tinggal di daerah perbatasan Kalimantan Barat-Serawak memilih berganti kewarganegaraan menjadi warga negara Malaysia. Ini akibat kesenjangan infrastruktur dan fasilitas umum di perbatasan Indonesia-Malaysia tersebut.

Ketua Himpunan Kesejahteraan Masyarakat Perbatasan HR Thalib, pada 2 Juni 2010, mengatakan bahwa warga Kalimantan Barat yang berpindah wilayah dan kewarganegaraan itu sebagian besar berasal dari Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau. Sebagian lagi berasal dari beberapa desa di Kabupaten Bengkayang.

”Warga yang akan berpindah wilayah negara dan pindah kewarganegaraan jadi warga negara Malaysia kemungkinan masih akan terus bertambah. Sebab, sampai sekarang infrastruktur dan fasilitas umum di desa-desa itu masih sangat minim,” kata Thalib seraya mengingatkan, desa-desa yang disebutkannya di atas berbatasan langsung dengan Negara Bagian Serawak.

Menurut Thalib, beberapa kampung di Suruh Tembawang saat ini hanya bisa dijangkau dengan menggunakan alat transportasi sungai. ”Perjalanan dari Entikong (pintu lintas batas Kalimantan Barat-Serawak) ke sana lebih dari enam jam. Itu pun masih harus dilanjutkan dengan berjalan kaki tiga jam lebih,” ujarnya.

Fasilitas kesehatan, seperti puskesmas dan sekolah, juga memprihatinkan. ”Sebagian kampung kini makin sedikit penghuninya. Yang tinggal pun umumnya generasi tua. Generasi mudanya lebih memilih menjadi warga negara Malaysia,” kata Thalib.

Tak jauh dari kawasan perbatasan Kalimantan Barat-Serawak, di Malaysia hampir semua fasilitas umum dan infrastruktur tersedia dengan baik. ”Melihat infrastruktur yang seperti itu, mereka (penduduk Kalimantan Barat) pun akhirnya cenderung memilih pindah wilayah. Apalagi, daerah yang disasar tidak terlalu jauh dari kampung mereka,” kata Thalib.

Kepala Bagian Humas Provinsi Kalimantan Barat Numsuan Madsun mengakui, warga Kalimantan Barat yang berpindah wilayah dan kewarganegaraan itu terkait tuntutan perbaikan infrastruktur dan fasilitas umum. ”Pemerintah Kalimantan Barat sudah berkali-kali, bahkan dalam setiap kesempatan, meminta pemerintah pusat segera merealisasikan jalan paralel di wilayah perbatasan sepanjang sekitar 800 kilometer. Sayangnya, sampai hari ini permintaan itu belum terealisasi. Ironis memang,” kata Numsuan.

Ia menambahkan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sangat bergantung pada kebijakan pemerintah pusat terkait masalah perbatasan mengingat hal itu menyangkut hubungan dua negara.

”Kami juga sudah berkali-kali meminta penambahan puskesmas. Tetapi, karena satu puskesmas minimal harus melayani 2.500 warga, sampai hari ini permintaan itu juga belum dipenuhi. Padahal, jumlah penduduk di satu lokasi yang berdekatan (dengan Serawak) tidak sampai 2.500 orang,” ujar Numsuan Madsun.

Sumber: Kompas, 3 Juni 2010


Mereka Pun Masih Kebingungan


Enam remaja lulusan SMA 50 Jakarta Timur – Teo (dari kiri ke kanan), Galang, Gusti (kapten) Jumadi, Adit, dan Roland – meraih hadiah berlatih ke Brasil setelah memenangi streetball Nike Cup di Jakarta pada pertengahan Juni lalu. Mereka pergi ke Brasil selama sepekan. Selain mendapat pelatihan dari pelatih Brasil, di sana mereka juga bertanding dengan klub streetball dari negara ASEAN lainnya.

Galang tak berhenti mengungkapkan rasa galaunya. Tanggapan yang diterima dari sebagian besar guru di sekolahnya, SMA 50 Jakarta Timur, tak pernah memuaskan hatinya. Bahkan, sebagian guru seolah mencibir prestasi yang dicapainya bersama lima temannya.

”Ya, kalau mau dibilang kecewa, saya kecewa juga sih. Guru bagian kesiswaan bilang, terus setelah ini apa, seolah tak peduli dengan prestasi yang kami raih,” kata Galang, salah satu anggota School Gate, tim yang akan mewakili Indonesia pada turnamen streetball di Brasil, pekan ini.

Galang, Gusti, Jumadi, Roland, Adit, dan Teo memenangi turnamen Nike Cup Indonesia yang digelar bersamaan dengan pelaksanaan Piala Dunia 2010. Mereka mengalahkan 320 klub dari seluruh Indonesia. Meski tidak secara resmi mewakili sekolah karena saat turnamen digelar telah dinyatakan lulus, mereka semua berasal dari SMA 50 Jakarta Timur.

”Mungkin karena tidak membawa nama sekolah, prestasi kami tidak dianggap. Padahal, sebelum tampil di turnamen ini kami sudah pamit kepada sebagian guru, termasuk kepada guru kesiswaan,” ujar Galang.

”Kepala sekolah menyatakan bahwa kami tidak mewakili sekolah. Kami dianggap sebagai alumni. Tetapi, apa pun kami kan tetap siswa SMA 50,” ujar Gusti, kapten tim School Gate, yang sudah diterima di Universitas Padjadjaran.

Belum habis kebingungan mereka akan kurangnya apresiasi dari sekolah terhadap pencapaian mereka, Adit kembali bingung menghadapi kenyataan dunia sepak bola Indonesia. ”Saya bingung bagaimana caranya masuk klub, menjadi pemain sepak bola profesional yang sebenarnya,” ujar Adit.

Kebingungan serupa dialami Galang, Jumadi, dan Teo. ”Kami ingin menjadi pemain sepak bola profesional, tetapi kami tidak tahu harus ke mana,” ujarnya.

Di tengah upaya PSSI mendatangkan pemain asing dengan kedok naturalisasi, rasanya lebih baik jika mereka mulai melirik dan membina pemain muda Indonesia asli. Tidak terbayangkan, bagaimana pemain naturalisasi itu akan berkiprah, sementara bakat-bakat melimpah, yang kita miliki, sama sekali tidak pernah disentuh PSSI.

Kebingungan mereka menjadi salah satu bukti, bagaimana PSSI tidak pernah mengurus talenta yang banyak itu. Para pemain School Gate makin membuka mata kita bagaimana ketidakpedulian PSSI memantau pemain muda Indonesia.

Di Brasil nanti, School Gate akan bertanding melawan wakil-wakil tim dari Malaysia, Singapura, dan Thailand dalam sebuah turnamen. Di samping itu, mereka akan mendapat sedikit pelatihan bagaimana bermain sepak bola yang benar dari para pelatih Brasil.

Sumber: Kompas, 5 Agustus 2010


Menembus Brunei, Gamang di Negeri Sendiri

Pertunjukan Wayang Menak dengan lakon Amir Hamzah Berguru dibawakan dalang Ki Junaedi dari ISI Yogyakarta, di tengah Seminar dan Pengenalan Wayang Menak yang diadakan oleh Asosiasi Wayang ASEAN bekerja sama dengan Angkatan Sasterawan dan Sasterawani Brunei, di Dewan Bahasa dan Pustaka, Bandar Seri Begawan, Brunei, yang berlangsung pada 13-17 Oktober 2010.

Satu jam sebelum keberangkatan delegasi dari Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia ke Brunei dengan misi mengenalkan wayang menak Indonesia kepada masyarakat Brunei, Rabu (13/10), dalang wayang suket Ki Slamet Gundono melayangkan pesan singkat secara beruntun yang memuat kegalauannya akan eksistensi wayang di Tanah Air.

Ia melaporkan sejumlah insiden yang menimpa pementasan wayang kulit di beberapa daerah, terutama di sekitar Solo, Jawa Tengah, yang mendapat intimidasi dari kelompok orang yang mengatasnamakan agama.

”Kasus terakhir di Bekonang. Saat jejer wayangan, datang kelompok itu sehingga wayangan terpaksa berhenti, lalu terjadi nego. Karena dalang dan tuan rumah bertahan, wayangan tetap dilanjutkan. Ini juga terjadi di Forum Watak. Wayangan mereka anggap musyrik,” tulis Slamet Gundono dalam pesan singkatnya.

Ketua Dewan Kesenian Sukoharjo Joko Ngadimin menjelaskan, insiden di Desa Sembung Wetan, Bekonang, terjadi pada Sabtu (9/10) malam. Sekitar 300 orang ”mengamuk” setelah terpancing provokasi dari warga penonton wayang kulit. Pentas wayang sempat terhenti beberapa saat, tetapi bisa berjalan lagi.

Berbagai kalangan menilai aksi sweeping yang dilakukan oleh kelompok itu terhadap pergelaran wayang di berbagai daerah, baik di kota dan pedesaan di sekitar Solo belakangan ini, merupakan intimidasi terhadap bentuk ungkap budaya yang selama ini memiliki daya hidup di masyarakat.

Pengurus Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Senawangi) dan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) yang menerima laporan spontan menyampaikan keprihatinannya. Ketua Umum Senawangi H Solichin meminta agar insiden-insiden yang menimpa dalang dan pentas wayang di daerah hendaknya dilaporkan berikut datanya secara rinci.

Ketua Pepadi Ekotjipto mengidentikkan aksi kelompok yang mengatasnamakan agama tersebut sebagai premanisme. ”Sekarang ini premanisme merebak di kalangan elite, baik yang berkedok agama, politik, maupun lainnya. Para dalang harus berani menghadapi premanisme seperti itu,” ujar Ekotjipto.

Sekretaris Jenderal Senawangi Amb Tupuk Sutrisno mengungkapkan, pihaknya telah melaporkan fenomena yang tengah merundung dunia pertunjukan wayang di Tanah Air itu kepada Sekjen Kementerian Agama Nazaruddin yang ditemui di Bandar Seri Begawan, Brunei, pekan lalu. ”Pak Nazaruddin berpesan agar persoalan ini tidak di-blow up. Kita juga diminta introspeksi karena menurut beliau, dalam kasus sweeping itu, sering kali didapati warga yang mabuk-mabukan dan bermain judi,” katanya.

Bayang kecemasan terhadap dunia wayang di Tanah Air itu sejenak terlupakan saat rombongan Senawangi menginjakkan kaki di Bumi Brunei. Di negeri yang menganut asas Melayu Islam Beraja ini, Senawangi sengaja ”menawarkan” pertunjukan wayang menak kepada rakyat Brunei (400.000 jiwa). Langkah ini sebagai tindak lanjut Sidang APA III di Manila, Februari 2010.

Brunei adalah satu-satunya negara, dari 10 negara anggota ASEAN, yang belum memiliki seni pertunjukan wayang. Pengertian ”wayang” di sini—disepakati oleh ASEAN Puppetry Asociation (APA) atau Asosiasi Wayang ASEAN—bukan hanya wayang kulit, tetapi juga wayang golek, wayang beber, atau seni pertunjukan boneka (marionnette), termasuk pertunjukan teater tradisional yang membawakan kisah wayang.

Di Brunei, pengertian ”wayang” adalah segala jenis teater, termasuk film. ”Pertunjukan wayang yang dibuat, seperti tayangan di televisi, biasanya sebagai media pendidikan untuk anak. Adapun wayang sebagai budaya tradisi, serta dipertunjukkan secara berkala seperti di Indonesia, belum terdapat di Brunei,” papar Dr Zefri Ariff, budayawan dari Angkatan Sasterawan dan Sasterawani Brunei (Asterawani) dalam Seminar Wayang ASEAN, di Dewan Bahasa dan Pustaka, Bandar Seri Begawan.

Pembicara lain dalam seminar adalah Prof Ghulam-Sarwar Yousof (Malaysia), Dr Suyanto (Indonesia), Prof Amihan Bonifacio-Ramolete (Filipina), dan Dr Chua Soo Pong (Singapura). Seminar yang diikuti pengenalan wayang menak oleh Didy Indriani Haryono dari Senawangi ini dibuka oleh Pejabat Menteri Kebudayaan, Belia dan Sukan, Datin Adina binti Othman.

Didy Haryono memaparkan, wayang menak yang memuat ajaran Islam berkembang di Jawa pada abad ke-17. Kisah menak diangkat dari ”Hikayat Amir Hamzah” yang populer di masyarakat Melayu. ”Menak artinya bangsawan atau ningrat. Ini berhubungan dengan sistem kerajaan yang berlaku di Jawa saat itu,” ujar Didy seraya menambahkan, karena itu jenis wayang menak cocok untuk dibawakan di Brunei mengingat pemerintahannya juga menganut sistem kerajaan (monarki absolut).

Tawaran dari Senawangi yang memilih wayang menak sebagai pertunjukan di Brunei, menurut Tupuk Sutrisno, sebagai ”perjalanan panjang menembus Brunei”. Dari Kedutaan Besar RI di Brunei, pihaknya memperoleh gambaran tentang kesulitan yang bakal dihadapi di Brunei mengingat masyarakatnya berpegang teguh pada nilai-nilai agama (Islam). Selain itu, semua pertunjukan untuk umum harus melalui prosedur sensor.

Sebagai prosedur awal, untuk pertunjukan wayang di Brunei itu, pihak Senawangi harus mengantungi ”surat kebenaran” atau semacam letter of trust. Surat sakti tersebut baru diterima Senawangi tiga hari menjelang keberangkatan ke Brunei. Dan, sebelum dipertunjukkan untuk umum pada Sabtu (16/10), baik wayang menak dengan lakon ”Amir Hamzah Berguru” serta wayang purwa dengan lakon ”Anoman Duta” mesti menjalani uji sensor yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri Brunei.

Ada delapan pegawai kementerian yang dikirim untuk menyaksikan pertunjukan wayang yang dibawakan oleh dalang Ki Junaedi (wayang menak) dan Ki Anton Surono (wayang purwa). Setelah 20 menit menyaksikan pergelaran, petugas sensor menyatakan wayang dari Indonesia itu lolos untuk dipertunjukkan.

Penonton yang hadir di Balai Sarmayuda, tempat pementasan, umumnya mengapresiasi pertunjukan wayang dari Jawa itu. Mereka tampak surprise ketika menyaksikan wayang purwa yang dibawakan Ki Anton Surono yang atraktif dengan dialog-dialog berbahasa Inggris berlogat Tegal, tetapi justru terasa komunikatif.

Sait Haji Jali, Dayangku Hj Fatimah, dan Pangiran Ratna Surya dari Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei menyatakan kekaguman mereka akan budaya wayang yang berkembang di Indonesia. ”Akan sangat sayang kalau budaya tradisi seperti ini punah,” ujar Sait.

Ketiganya tidak melihat wayang identik dengan budaya Hindu, atau sebagai media pemujaan terhadap dewa-dewa. ”Kalau dalam pertunjukan wayang itu didahului dengan mantra-mantra atau pakai sesaji dan membakar kemenyan sehingga orang menjauhi syariat agama, itu yang tidak boleh,” tutur Dayangku Hj Fatimah.

Ketua APA Brunei H Abdul Hakim bin H Moh Yassin mengatakan, setelah menyaksikan pertunjukan wayang dari Indonesia, kalangan budayawan akan mengkaji lebih lanjut bentuk wayang yang cocok diciptakan di Brunei. Tentang anggapan bahwa Pemerintah Brunei melarang pertunjukan boneka sebagai identik pemujaan kepada dewa, Zefri Ariff menjelaskan, larangan itu tidak seketat seperti disangkakan orang. Pasalnya, maskot ayam KFC atau Donald Bebek berbentuk patung pun bisa diterima di Brunei.

Respons positif serta apresiasi masyarakat Brunei terhadap wayang Indonesia itu melegakan dan merupakan sebuah kejutan bagi delegasi dari Senawangi. Namun, di Tanah Air, eksistensi kesenian wayang justru mendapat tantangan baru. Bukan karena transformasi sosial atau modernitas yang menggilas nilai-nilai luhur di dalam wayang, melainkan ”momok” yang lain.

Sumber: Kompas, 22 Oktober 2010

Luas Wilayah Indonesia Bertambah




Luas wilayah Republik Indonesia akhirnya bertambah setelah usulan penambahan wilayah di landas kontinen Indonesia seluas 4.209 kilometer persegi di barat laut Pulau Sumatera diterima oleh Komisi PBB untuk Batas Landas Kontinen (United Nations Commission on the Limit of the Continental Shelf/UN-CLCS).

Pertambahan luas wilayah RI itu disampaikan Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Asep Karsidi dalam jumpa pers di Jakarta, 30 Agustus 2010. Persetujuan itu dicapai setelah melalui beberapa kali pembahasan antara delegasi Republik Indonesia dan subkomisi tersebut sejak tahun 2008.

Kesepakatan tercapai dalam pertemuan antara delegasi Pemerintah Indonesia dan subkomisi dan komisi UN-CLCS pada Agustus lalu. Delegasi Pemerintah Indonesia, antara lain, juga diwakili oleh pejabat terkait dari Kementerian Luar Negeri dan Dinas Hidrooseanografi TNI AL.

Area seluas itu berada di luar 200 mil laut dari garis pangkal kepulauan yang telah berada dalam kedaulatan RI. ”Luasan 4.209 kilometer persegi ini lebih luas dibandingkan dengan usulan Indonesia sebelumnya seluas 3.500 kilometer persegi,” ujar Asep. Hal itu berdasarkan survei tambahan yang dilakukan oleh tim teknis Indonesia dan diskusi intensif dengan subkomisi UN-CLCS.

Tambahan wilayah itu pertama kali diketahui saat dilakukan survei dasar laut pasca-bencana tsunami 2005 di Aceh. Survei itu melibatkan peneliti dari sejumlah instansi, antara lain Bakosurtanal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPPT, LIPI, dan TNI AL. Survei lanjutan dan terakhir untuk tujuan verifikasi menggunakan kapal survei Baruna Jaya II pada 20 Januari-18 Februari 2010.

Setelah persetujuan PBB terhadap penambahan wilayah yurisdiksi di barat laut Sumatera itu, lanjut Asep, Pemerintah Indonesia masih akan mengajukan dua usulan penambahan wilayah landas kontinen Indonesia, yaitu di kawasan perairan di selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Timur dan di utara Papua.

Berdasarkan The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, suatu negara dapat memiliki landas kontinen hingga 200 mil laut. Namun, apabila ada bukti alamiah perpanjangan landas kontinen, negara itu dapat mengusulkan sampai maksimum 350 mil laut. Usulan direkomendasikan oleh UN-CLCS setelah melalui pengkajian.

Sebagai anggota UNCLOS, Indonesia berhak menetapkan batas wilayah terluar sesuai ketentuan konvensi itu. Bakosurtanal berdasarkan Survei Digital Marine Resource Mapping yang dilakukan hingga 1999 telah menemukan 183 titik pangkal di sekeliling wilayah perairan Indonesia, yang dapat menjadi acuan penetapan batas wilayah negara.

Menurut Sobar Sutisna, Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah Bakosurtanal, hingga kini belum ada kesepakatan mengenai batas wilayah dengan negara tetangga lainnya. ”Ada sekitar 80 persen batas wilayah perairan Indonesia dengan negara tetangga belum disepakati oleh kedua pihak,” ujarnya.

Sumber: Kompas

Novi Rahmawati Raih Juara 1 di International Delta Conference, Belanda




Mahasiswa UGM kembali mengharumkan nama Indonesia di tingkat internasional.

Novi Rahmawati, mahasiswa S-2 program beasiswa unggulan Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai/MPPDAS, Fakultas Geografi, berhasil meraih penghargaan dalam International Delta Conference. Novi berhasil meraih juara I dalam kompetisi tingkat dunia bertajuk“Innovative Solutions for the Delta”.

Penghargaan diserahkan dalam forum International Conference of Deltas in Times of Climate Change di Rotterdam, Belanda, 29 Oktober s.d. 1 Oktober 2010. Selain menerima penghargaan, Novi juga berhak atas hadiah uang 3.000 euro.

Dr.rer.nat Muh. Aris Marfai, M.Sc. selaku Ketua Prodi S-2 MPPDAS, yang turut mendampingi Novi saat menerima penghargaan, mengatakan dalam forum yang dihadiri lebih dari 1.200 ilmuwan, praktisi, dan profesional dari seluruh dunia tersebut, Novi memperesentasikan paper yang berhasil mengantarkannya meraih juara berjudul “Groundwate Zoning as Spatial Planning in Semarang”.

Dalam karya tulis ilmiah tersebut, Novi menyampaikan ide tentang perlunya mempertimbangkan zonasi air tanah dalam pelaksanaan perencaan kota. Kota Semarang diambil sebagai daerah studi karena daerah ini sebagian merupakan kawasan delta dan pesisir dengan dinamika yang tinggi. Semarang menghadapi masalah subsidence/penurunan muka tanah, banjir laut/rob, banjir sungai, dan intrusi air laut.

Novi mengklasifikasikan pembagian zonasi air tanah di kawasan pesisir Semarang menjadi tiga bagian. Zone 1 merupakan kawasan dengan pengambilan air tanah yang sangat intensif, yang mengakibatkan terbentuknya cone of depression. Kawasan ini merupakan kawasan yang harus mendapatkan proteksi, terutama dalam kaitannya dengan penataan ruang, agar rate of subsidence dapat dikontrol.

Zone 2 merupakan kawasan yang mempunyai penyerapan air tanah relatif rendah dibandingkan dengan zone 1. Zone 3 merupakan daerah yang lebih aman dengan kondisi air tanah yang baik dan pengambilan air tanah tidak terlalu besar. Dengan penerapan zonasi air tanah diharapkan penataan ruang dapat dilaksanakan dengan lebih optimal tetap memperhatikan keberlanjutan ketersediaan air tanah di masa depan.

Aris menyebutkan Novi merupakan salah satu mahasiswa S-2 MPPDAS yang sarat dengan prestasi. “Sebelum memenangkan award, Novi juga menerima beasiswa program beasiswa-unggulan Diknas untuk program S-2-nya dan mengikuti program student exchange dengan International Institute for Geo-information and Earth Observation, ITC, Univ of Twentee The Netherlands. Ia juga merupakan salah satu kandidat untuk program M.Sc. double degree ITC-UGM,” terang Aris.

Dikatakan Aris, selain Novi, mahasiswa MPPDAS UGM lainnya, Fitria Nurani Sekarsih, juga berhasil menduduki runner up dalam kompetisi yang sama dengan judul paper “Surviving Delta City, Response to Global Warming”, diikuti oleh Patrick Huntjjens (University of Onsabruck Germany), Suzanne Mathew dan Andrea Parker (University of Virginia USA), Kimberly Garza (Harvard University, USA), Jaap van der Salm (Wageningen Univ. The Netherlands) dan Chen Zichao (University of Singapore).

Sumber: Humas UGM

Prof. Oppenheimer, Oxford University:

Indonesia adalah Induk Peradaban Dunia




Hasil riset yang menyimpulkan bahwa Indonesia sebagai induk peradaban dunia mendapat sorotan para peneliti di Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) langsung merespon temuan Profesor Stephen Oppenheimer, seorang ahli genetika dan struktur DNA manusia dari Oxford University, Inggris tersebut sebagai bahan perdebatan yang menarik untuk diungkapkan kepada publik.

Dr. Hery Harjono, Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) LIPI, mengungkapkan bahwa menarik untuk mencermati penelitian yang menyebutkan Indonesia merupakan awal peradaban dunia. Analisis yang sering dikenal sebagai Teori Oppenheimer tersebut tertuang dalam buku karangannya berjudul “Eden in the East“. Menurutnya, pendapat tersebut tentu bisa menjadi referensi bagi masyarakat Indonesia untuk melengkapi berbagai teori yang telah berkembang.

“Teorinya dikenal sebagai Oppenheimer Theory yang dengan tegas menyatakan bahwa nenek moyang dari induk peradaban manusia modern (Mesir, Mediterania dan Mesopotamia) adalah berasal dari tanah Melayu yang sering disebut dengan sunda land (Indonesia),” paparnya. 27 Oktober 2010.

Dia menambahkan bahwa “Eden In The East” mendasarkan kesimpulannya kepada penelitian yang dilakukan selama puluhan tahun. Dokter ahli genetik dengan struktur DNA manusia tersebut, lanjutnya, melakukan riset struktur DNA manusia sejak manusia modern ada selama ribuan tahun yang lalu hingga saat ini dengan pendekatan dasar yang digunakan disiplin keilmuan kedokteran, geologi, linguistik, antropologi, arkeologi, dan folklore.

Lebih lanjut, Hery mengulas bahwa buku Prof. Dr. Stephen Oppenhenheimer menegaskan orang-orang Polinesia (penghuni Benua Amerika) bukan berasal dari China sebagaimana yang terpampang dalam setiap teks sejarah buku pelajaran, melainkan dari orang-orang yang datang dari dataran yang hilang dari pulau-pulau di Asia Tenggara.

Penyebaran kebudayaan dan peradaban tersebut, sambungnya, disebabkan “banjir besar” yang melanda permukaan bumi pada 30.000 tahun yang lalu. “Inilah yang menarik diperdebatkan dan menjadi kontroversi karena pertentangan dengan teori sebelumnya,” pungkasnya.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Ufuk Publishing House menyelenggarakan seminar nasional bertajuk “Menelusuri Jejak Sejarah: Indonesia Awal Peradaban Dunia?” Seminar ini berlangsung di Widya Graha LIPI Lantai 1, Jl. Jend. Gatot Subroto 10 Jakarta pada 28 Oktober 2010.

Pembicara utama (keynote speaker) seminar adalah Jimly Ash-Shiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI. Kemudian, pembicara tamu dari Oxford University, Inggris yakni Prof. Dr. Stephen Oppenheimer dan Dr. Frank Joseph Hoff dari University of Washington. Sementara, pembicara lainnya yaitu Prof. Dr. Sangkot Marzuki dari Lembaga Eijkman dan Dr. Eko Yulianto dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.

Sumber: Kompas

Andreas Raharso: Orang Asia Pertama yang Jadi CEO The Hay Group Global




Jabatan yang diraih Dr. Andreas Raharso mungkin membuat kita berdecak kagum. Andreas Raharso merupakan orang Indonesia pertama yang memegang jabatan Kepala Riset (R&D Centre for Strategy) Global di Hay Group sejak didirikan pada 1946. Ia bergabung dengan Hay Group pada Oktober 2008 sampai saat ini.

Pria berusia 44 tahun itu saat ini menduduki pimpinan atau CEO pada sebuah lembaga riset global Hay Group yang berkantor di Singapura. Hay Group sendiri mempunyai jaringan di hampir belahan dunia dan berkantor pusat di Amerika. Klien dari Hay Group ini kebanyakan adalah para pimpinan dunia seperti Amerika Serikat, Perancis dan Inggris.

Jabatan yang diraih Andreas Raharso cukup fenomenal, karena merupakan satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki posisi puncak. Ini adalah hal yang langka karena The Hay Group Global sangat didominasi oleh orang barat, bahkan untuk jabatan lokal seperti general manager di Indonesia.

Hay Group merupakan perusahaan konsultan manajemen global yang bekerja dengan para pemimpin untuk mengubah strategi menjadi kenyataan. Selain perusahaan raksasa dunia, seperti Microsoft dan Unilever, klien Hay Group adalah para pemimpin Negara seperti Kantor Perdana Menteri Inggris dan Jepang, Kantor Presiden Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat. The Hay Group Global sempat dipercaya membantu para menteri Obama dan staff gedung putih untuk lebih efektif berorganisasi dan mengeksekusi strategi di pemerintahan saat ini.

Beliau mendapatkan gelar doktor pada tahun 2007 dari Universitas Indonesia dengan konsentrasi bidang Manajemen. Pria yang kini berkantor di Singapura itu pernah tidak naik kelas waktu SMA.

“Saya tidak pernah malu dengan ini. Ini bisa menjadi inspirasi bagi siapa pun yang pernah gagal, bahwa kunci untuk bangun kembali terletak pada bagaimana Anda melihat kegagalan itu sendiri,” ujarnya.

Terbukti, pencapaiannya di puncak perusahaan konsultan manajemen global yang didirikan pada 1943 ini terhitung singkat. Mantan dekan di Universitas Bina Nusantara, Jakarta, ini bergabung dengan Hay Group pada Oktober 2008 sebagai konsultan senior.

Pada Maret 2009 posisi prestisius ini berhasil direngkuh penyandang gelar MBA di bidangcorporate finance & management science dari University of Texas at San Antonio, AS, (1993) dan Ph.D pemasaran dari Universitas Indonesia (2007) ini.

Menurut Andreas, jabatan ini diberikan kepadanya karena keberhasilannya membangun pusat riset skala global berdasarkan konsep Open Research yang terdiri dari tiga pilar, yaitu radical collaboration, integrative thinking, serta multi-context and multi-cultural environment.

Konsep ini muncul dari penelitian saya bahwa banyak pusat riset di dunia yang gagal walaupun didukung dana yang besar. “Mestinya, pusat riset dunia dibangun berdasarkan prinsip open mind dan open heart,” katanya. Ia mengklaim, saat ini 85% dari target yang ditetapkan sudah terwujud, bahkan terlampaui.

Singkat kata, prestasi Andreas adalah membangun dan mengendalikan state-of-the-art riset di berbagai belahan dunia lewat markasnya di Singapura. Sebagai gambaran, pusat risetnya melakukan penelitian pada lima bidang: bisnis keluarga (berpusat di Madrid, Spanyol), merger & akuisisi (Paris, Prancis), manajemen performa strategis (Frankfurt, Jerman); peran sentra korporat (London, Inggris) dan transformasi budaya (Boston, AS). Di samping itu, ia memilikicollaborative researchers yang tersebar dari Mumbai (India) sampai Sao Paolo (Brasil).

“Ini bukan hal yang mudah, bukan saja tantangan cultural yang sangat berbeda, tapi juga disiplin ilmu yang berbeda-beda, dan juga perbedaan waktu,” ujarnya.

Sumber: Media Indonesia, SWAsembada

Lihat videonya saat wawancara di Kick Andy:

Hendra Lembong: Bankir yang Jadi Buruan Bank-bank Asing Besar




Bagi pria kelahiran Jakarta 23 Januari 1972 ini, bekerja di berbagai negara bukanlah hal yang asing. Pada usia 26 tahun, Hendra Lembong menjejakkan kaki di Singapura. Inilah awal petualangan kariernya di sejumlah negara. Pada 1998 itu ia ditunjuk sebagai Manajer Produk Regional Citibank Asia Pasifik yang berkantor di Negeri Singa. Pada 2001, Hendra naik pangkat jadi Regional Head of Channel/Trade Finance and SME Citibank Asia Pasifik di Hong Kong. Selanjutnya, pada 2007 ia dipercaya menjadi Direktur Jejaring dan Aliansi EMEA – Cash Management CitiBank dan berkantor di London, Inggris. Di sana ia menangani pasar Eropa, Timur Tengah dan Afrika.

Langkah besar dilakukannya pada Juli 2009: memutuskan pindah ke Deutsche Bank London, dan menempati posisi sebagai Head of Business Development & COO Trade Finance & Corporate Cash Management.

Bekerja di mancanegara, diakui Hendra, memang merupakan impiannya. ”Kesempatan bekerja atau belajar di luar negeri terlalu berharga untuk dilewatkan, karena pengalamannya yang tidak ternilai. Dan jika ternyata kita tidak cocok di sana, kita akan selalu bisa pulang ke sini,”ujar pria yang memulai kariernya di Citibank sebagai management trainee pada 1994 ini tegas.

Jika dicermati, perpindahan Hendra dari Citibank ke Deutsche Bank cukup dramatis. Harap maklum, ia sudah 15 tahun bekerja di Citibank (1994-2009). Menurut dia, biasanya setelah menangani pasar regional, jenjang karier selanjutnya di Citibank adalah di kantor pusatnya di Amerika Serikat. Namun, setelah beberapa kali pindah negara, ia dan keluarganya merasa tidak ingin pindah lagi ke negara lainnya. Sebab, dengan tiga anak yang masih usia sekolah, pindah negara berarti pindah sekolah dan harus mengurus berbagai administrasinya. “Keluarga juga sudah malas pindah-pindah terus. Dan kebetulan saat itu ada tawaran dari Deutsche Bank.”

Si Bungsu dari tiga bersaudara ini tergolong unik. Simak latar belakang pendidikannya yang kental berbau teknik: gelar B.Sc. diperolehnya dari Jurusan Chemical Engineering University of Washington, AS, dan gelar M.Sc. di bidang management science & engineering dari Stanford University, AS. Sayang, ketika akan bekerja ia merasa kurang menikmati pekerjaan di bidang teknik. Hal inilah yang mendorong lulusan SMA Kanisius Jakarta ini masuk ke sektor perbankan.

Yang pasti, keberhasilan Hendra saat ini tak lepas dari kerja keras dan perjuangannya untuk mendapat hasil yang terbaik. Jangan heran, ia pun menjadi orang Indonesia satu-satunya yang dipromosikan ke luar negeri pada saat itu di Citibank.

Sumber: SWAsembada

Anne Ahira: Salah Satu Internet Marketer Terbaik Dunia




ahira

Anne Ahira adalah internet marketer bereputasi internasional yang memiliki banyak prestasi, diantaranya adalah:

Terpilih menjadi 12 Top World’s Super Affiliate di tahun 2004.

Salah satu penulis buku 30 Days to Internet Marketing Success yang menjadi buku internet marketing terbaik sepanjang tahun 2003.

Pendiri Elite Team International.

Satu dari 21 wanita Indonesia yang dipilih oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan sebagai Kartini Indonesia 2005.

Pengelola The Best Affiliate Newsletter yang dibaca oleh 21.000 internet marketer yang tersebar di lebih 120 negara.

Perempuan luar biasa ini merasa terpanggil untuk mengaktualisasikan potensi Indonesia, negeri dengan sumber daya manusia dan kekayaan alamnya yang berlimpah, menjadi kekuatan ekonomi baru dalam kancah global. Ia berketetapan hati untuk membagikan ilmu internet marketing yang sangat dikuasainya kepada segenap masyarakat Indonesia. Banyak orang tak menyangka bahwa dari sudut pinggiran kota Bandung, mencuat nama Anna Ahira ke tingkat forum internasional.

Di dunia online, Ahira terkenal sebagai internet marketer sukses. Berbagai prestasi telah diukirnya, seperti mejadi salah satu pengarang buku 30 Days to Internet Marketing Success. Buku ini ditulis oleh 60 orang yang merupakan internet marketer pilihan dari berbagai belahan dunia dan terkenal sebagai buku internet marketing terbaik sepanjang tahun 2003. Omzet penjualan buku ini mencapai lebh dari 340.000 dollar AS hanya dalam kurun waktu kurang dari 4 bulan.

Ahira juga pernah diwawancara oleh Advance Vision Marketing America mengenai Internet Marketing Prophecies. Perusahaan ini hanya memilih 8 orang internet marketer terbaik di seluruh dunia. Ahira adalah satu-satunya wakil dari kawasan Asia Pasifik dan satu-satunya perempuan yang dipilih untuk wawancara ini. Hasil wawancara ini kemudian dijual Advance Vision Marketing America seharga 97 dollar AS per kopi.

Secara rutin Ahira juga membuat newsletter untuk www.TheBestAffiliate.com. Newsletter berisi tips-tips strategi internet marketing ini dibaca oleh 14.000 profesional internet marketing yang tersebar di 120 negara. Ahira terpilih menjadi 12 World’s Super Affiliate tahun 2004.

Melalui Asian Brain Internet Marketing Center (www.AsianBrain.com), Ahira mengharapkan bisa membantu home industry atau industri kecil, para profesional maupun orang Indonesia pada umumnya untuk belajar mengenai internet marketing dan mengembangkan bisnis mereka lewat internet.

Selain diharapkan bisa berdampak membuka lapangan pekerjaan baru, juga bisa meningkatkan devisa Indonesia. Ahira juga berharap internet marketing center-nya ini bisa mengubah kesan dunia bahwa orang Indonesia bisanya hanya menipu lewat internet.